Follow us

Dibalik Uniknya Tradisi Semana Santa asal Kota Reinha Rosari



        Mulai dari Pulau Komodo hingga Labuan Bajo serta eksotisnya Danau Kelimutu, Nusa Tenggara Timur menyajikan keindahan alam dan beragam tradisi adat dan budaya. Sebuah keunikan tradisi adat dan budaya datang dari tempat indah nan eksotis, Larantuka menjadi salah satu Kerajaan Katolik di Indonesia yang menarik untuk dijelajahi. Terletak di wilayah paling timur Pulau Flores, Larantuka merupakan pusat pemerintahan Kabupaten Flores Timur. Kota Larantuka sejak dulu dijuluki sebagai Kota Reinha Rosari  yang berasal dari bahasa latin yang berarti Bunda berduka cita.

       Larantuka banyak menyimpan sejarah, terutama sejarah mengenai keagamaan. Hal tersebut dikarenakan adanya pengaruh kolonial Portugis yang menguasai kawasan tersebut pada Abad XVI. Salah satu warisan Portugis yang masih ada sampai saat ini adalah agama Katolik dan tradisinya yang dianut oleh masyarakat asli Larantuka. Masuknya agama Katolik yang berpusat di Vatikan – Roma ke tanah air lewat misionaris asal Portugis pada Abad XVI, dan menjadikan Larantuka sebagai salah satu tempat berkembangnya agama Katolik di Indonesia.


Gambar 1. Pemandangan kota Larantuka dari Selat Gonzalu

        Sebuah tradisi dari Kota Reinha Rosari pada bulan April yang juga dirayakan oleh umat Nasrani yaitu bulan perayaan Paskah. Dalam tradisi gereja Katolik di Flores Timur, khususnya kota Larantuka, terdapat sebuah ritual tahunan yang telah bertahan dan berjalan lebih dari 500 tahun hingga sekarang. Ritual ini dikenal dengan sebutan Semana Santa. Semana Santa merupakan sebuah ritual yang diadopsi dari budaya bangsa Portugis yang pernah menjajah pulau Flores.

        Semana Santa merupakan prosesi puncak yang dilakukan pada hari Jum’at Agung atau Sesta Vera. Prosesi tersebut diawali dengan dibawanya patung Tuan Ma (Bunda Maria) dan Tuan Ana (Yesus Kristus) dari Wure (Pulau Adonara) menuju ke Kapela Tuan Meninu di Kota Rowido, Lingkungan Sarotari, Larantuka sebelum Jum’at Agung.

        Berdasarkan penelitian dan sejumlah sumber tertulis dalam bahasa Belanda dan Portugis, patung Tuan Ma ditemukan sekitar tahun 1510 di Pantai Kuce Larantuka. Diduga, patung itu terdampar saat kapal Portugis karam di Larantuka. Konon, ada seorang lelaki bertemu dengan perempuan yang sedang mencari siput di pantai. Lelaki tersebut bernama Resiona. Ketika Resiona menanyakan siapa nama dan dari mana datangnya perempuan tersebut, perempuan tersebut hanya menuliskan tiga kalimat diatas pasir yang bertuliskan Reinha Rosario Maria. Seketika perempuan tersebut berubah menjadi patung kayu, lalu Reisona membuat pagar dari batu untuk melindungi tulisan tersebut agar tidak tersapu oleh air laut.


Gambar 2. Penyerahan Patung Tuan Ma dan Tuan Ana ke Katedral Menggunakan Bero

        Pada Hari Jum’at Agung, dilaksanakanlah prosesi bahari dimana kedua patung tersebut dibawa dari dermaga Rowido menggunakan bero (perahu) khusus yang dikayuh dengan pengayuh tanpa mesin melalui Selat Gonzalu menuju ke Pelabuhan Cure di depan Kapela Tuan Ma dan Tuan Ana diiringi dengan peziarah dan ibu-ibu Santa Ana, yang dilanjutkan dengan arak-arakan ke Katedral. Prosesi ini dapat diikuti oleh semua orang, dan orang-orang yang mengikuti prosesi harus memakai pakaian hitam. Tanda kesedihan umat akan wafatnya Yesus.


Gambar 3. Peziarah dalam Prosesi bahari Semana Santa

        Patung setinggi tiga meter tersebut kendati pada waktu itu belum dikenal masyarakat setempat, tetapi diperintahkan oleh kepala kampung Lewonama, Larantuka untuk disimpan di korke atau rumah pemujaan milik suku di sana. Patung tersebut kemudian dihormati sebagai benda keramat dan diberi sesaji setiap kali perayaan panen oleh penduduk setempat. Masyarakat sekitar Larantuka menyebutnya sebagai Tuan Ma. Secara harfiah, Tuan Ma berarti Tuhan dan Mama. Masyarakat Lamaholot menyebutnya Rera Wulan Tanah Ekan, Dewa Langit dan Dewi Bumi. Menurut Raja Larantuka Don Andreas Martinho DVG, sekitar tahun 1510 itu masyarakat Larantuka sudah melakukan devosi kepada Tuan Ma setiap Februari, sebagai syukur atas hasil panen dan tangkapan dari laut. Devosi merupakan kegiatan di luar liturgi gereja, praktik-praktik rohani yang merupakan ekspresi konkret keinginan melayani dan menyembah Tuhan melalui objek-objek tertentu.