Follow us

Potensi Mineral pada Wilayah Laut Dalam di Indonesia



Keterdapatan mineral logam di dasar laut dapat berupa cebakan atau endapan nodul polimetalik dan cerobong hidrotermal (chimney deposit) yang umumnya terdapat pada kedalaman 1.400 – 3.700 m di bawah permukaan laut (Anert dan Borowski, 2000). Cerobong hidrotermal aktif dan mati dapat menghasilkan cebakan sulfida yang mengandung logam berharga seperti perak (Ag), emas (Au), tembaga (Cu), mangan (Mn), kobalt (Co), dan seng (Zn). Banyak cebakan itu muncul terkonsentrasi di sekitar daerah aktivitas volkanisme. Secara umum genesa cebakan logam di dasar laut ini berhubungan dengan proses vulkanisme bawah laut.


Gambar 1. Sebaran cerobong hidrotermal di seluruh dunia (InterRidge ver.3.3 database)

China merupakan salah satu negara yang pertama yang disetujui oleh ISA (International Seabed Authority) untuk mencari cebakan mineral sulfida polimetalik di laut di Samudera Hindia dan kobalt di Samudera Pasifik. Hingga kini, total luas daerah yang telah mereka eksplorasi lebih dari 80.000 km2. Eksplorasi tersebut menemukan nodul polimetalik berukuran sebesar umbi kentang di dasar laut dengan kandungan logam seperti kobalt, nikel, mangan, besi dan aluminium yang memiliki potensi ekonomi yang besar. Saat ini China sudah mempunyai kapal selam berawak yang dinamakan Jiaolong yang dapat menyelam pada kedalaman 7.000 m. Kapal selam ini juga menyediakan teknologi dan informasi geologi untuk pertambangan mineral masa depan di dasar laut. Dengan perbaikan teknologi di laut dalam, maka sumber daya mineral logam di laut dalam dapat dieksplorasi dan ditambang dalam 20 tahun ke depan.

Sementara itu lembaga riset di Indonesia telah melaksanakan serangkaian ekspedisi geologi kelautan dengan melibatkan peneliti asing dengan tujuan untuk menemukan gungung api atau aktivitas hidrotermal dan potensi endapan mineral di dasar laut. Di antaranya adalah ekspedisi Bandamin yang dilakukan tahun 2001 di perairan Pulau Flores dan Wetar, Nusa tenggara Timur dan Indonesia-Australia Survey for Submarine Hydrothermal Activity (IASSHA) pada tahun 2001-2003 di sekitar Kepulauan Sangihe Talaud, Sulawesi Utara. Kedua penelitian tersebut berhasil menemukan sumber cebakan emas di dasar laut dengan kandungan 0,5 s.d 1 gram/ton Au. Selain itu, riset ini juga menemukan adanya sumber mineral logam hidrotermal lainnya yaitu perak, tembaga, seng dan timbal.

Kegiatan tersebut kemudian disusul dengan Ekspedisi INDEX-SATAL 2010, ekspedisi ini memperkuat bukti keberadaan fenomena aktivitas hidrotermal di bawah perairan barat Kepulauan Sangihe pada Gunungapi Bawah Laut Kawio Barat dengan puncaknya yang berada pada kedalaman laut sekitar 1860 m dan kakinya pada kedalaman sekitar 5400 m. Penyelaman ROV (Remotely Operated Vehicle) Little Hercules di Gunungapi Kawio Barat yang dipusatkan di sisi baratlaut dari puncak gunung menyapu mulai kedalaman 3000 m hingga menuju ke arah puncak pada kedalaman 1860 m.

Sayangnya kegiatan penelitian dan eksplorasi pada wilayah laut dalam Indonesia masih sangatlah minim. Peralihan dunia ke energi terbarukan menyebabkan kebutuhan mineral khususnya Rare Earth Element (REE) akan sangat meningkat di masa depan sebagai material pembuatan panel surya, turbin angin, dan baterai kendaraan listrik. Terus menurunnya cadangan di darat akan membuat kegiatan penambangan laut dalam di masa depan menjadi tak terhindarkan. Oleh karena itu dibutuhkan ekspedisi multi disiplin yang bukan hanya mengkaji tentang potensi geologi yang ada, namun juga dampak yang akan terjadi pada kehidupan flora fauna di laut dalam, sehingga kita akan memiliki kajian yang tepat untuk kegiatan penambangan laut di masa depan.


Gambar 2. Mineralisasi berupa pembentukan mineral sulfide dan mineral logam disertai dengan kehadiran sekelompok fauna udang di sekitar cerobong hidrotermal pada Gunungapi Kawio Barat (Troa dkk, 2013)

 

Referensi

Anert, A. & Borowski, C. 2000. “Environmental Risk Assessment of An-thropogenic Activity in the Deep-Sea”. Journal of Aquatic Ecosystem Stress and Recovery 7(4), hal. 299-315.

Nugroho & Putranti. 2018. “International Seabed Regime in Southeast Asia: The Lack of ASEAN Member States’ Role in Seabed Mining”. Indonesian Perspective, Vol. 3, No. 1 hal 37-51.

Pardiarto, Bambang. 2015. “Nodul Polimetalik, Perburuan Dasar Laut di Masa Depan”. Geomagz vol 5 no 1 hal 80-85. Badan Geologi, ESDM.

Permana, H., McConachy, T. Priadi, B., Parr, J., Hananto. N.D., Burhanuddin, S., Brodjonegoro, I.S., dan Sultan. 2008. “Gunungapi dan Kegiatan Hidrotermal Bawah Laut di Perairan Sulawesi Utara: Mineralisasi dan Implikasi       Tektonik”. Jurnal Geologi Kelautan Vol 6 No 2.

Troa RA, Sarmili L, Permana H, dan Triarso E. Gunung Api Bawah Laut Kawio Barat, Perairan Sangihe, Sulawesi Utara: Aktivitas Hidrotermal dan Mineralisasi. JURNAL GEOLOGI KELAUTAN; Volume 11, No. 1, April 2013