Follow us

Potensi Dan Pengoptimalan Blue Economy Dalam Mendukung Indonesia Emas 2045



Indonesia sebagai negara maritim dan kepulauan terbesar di dunia memiliki potensi pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan yang sangat besar dan beragam (Santosa 2016). Potensi kelautan Indonesia didalamnya dapat dibagikan menjadi 4 kelompok sumberdaya kelautan yakni, Pertama adalah sumberdaya alam terbarukan (renewable resources) antara lain adalah: perikanan, hutan bakau, rumput laut, padang lamun dan terumbu karang. Kedua sumberdaya alam tak terbarukan (non renewable resources) yakni: minyak, gas bumi, timah, bauksit, biji besi, pasir kwarsa, bahan tambang, dan mineral lainnya. Ketiga energi kelautan berupa: energi gelombang, OTEC (Ocean Thermal Energy Convertion), pasang surut dan arus laut. Keempat berupa laut sebagai environmental service dimana laut merupakan media transportasi, komunikasi, rekreasi, pariwisata, pendidikan, penelitian, pertahanan dan keamanan, pengatur iklim dan sistem penunjang kehidupan lainnya. Potensi ekonomi sektor kelautan Indonesia diperkirakan mampu mencapai US$ 1,2 triliun per tahun dengan penyerapan tenaga kerja berpotensi mencapai 40 juta orang (Kathijotes 2013). Dengan modal potensi kelautan tersebut, Indonesia memandang laut dapat menjadi tumpuan pembangunan nasional yang berkelanjutan dan berkeadilan (Sompotan 2018).

Namun melihat kekayaan Indonesia tidak di pungkiri berbagai tantangan. Tantangan sumber daya manusia Indonesia pada tahun 2045 akan semakin berat, Perubahan lingkungan yang terjadi secara terus menerus dan diakibatkan oleh perubahan politik, sosial dan ekonomi mengharuskan manusia Indonesia untuk menyiapkan diri menghadapi tahun 2045. Sumber daya manusia yang banyak harus memiliki kualitas yang mumpuni untuk hidup dan bersaing dengan yang lain. Hal yang dapat dilakukan adalah mengoptimalkan peran pendidikan kejuruan untuk menyiapkan individu-individu dalam untuk mendapatkan keterampilan dan beberapa kompetensi kunci yang dibutuhkan pada tahun 2045. Undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyataka bahwa pendidikan nasional diarahkan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa. Tujuan pendidikan nasional ini sebenarnya selaras dengan filosofi pendidikan kejuruan (vokasi) yang diarahkan pada penguasaan keterampilan dan penempaan sikap individu untuk bekerja pada bidang pekerjaan tertentu (EMAS n.d.).

Indonesia akan mendapatkan bonus demografi dimana 70% penduduk Indonesia berada pada usia produktif (15-64 tahun) yang terjadi dalam evolusi kependudukan dengan pola siklus seabad sekali.  Bonus demografi akan menyebabkan ketergantungan penduduk dimana tingkat penduduk produktif menanggung penduduk nonproduktif (usia tua dan anak-anak) akan sangat rendah atau sekitar 10 penduduk usia produktif akan menanggung 3-4 penduduk usia non produktif. Hal ini akan menguntungkan bagi produktivitas dan pertumbuhan ekonomi suatu Negara apabila sumberdaya manusia terutama usia produktif berkualitas dan sebaliknya akan menjadi boomerang apabila sumberdaya manusianya tidak dipersiapkan dengan baik. Bonus demografi ibarat pedang bermata dua, di satu sisi menjadi potensi apabila mampu mengambil peluang-peluangnya dan di sisi lain akan menjadi boomerang yaitu beban apabila pemerintah tidak siap dengan sumberdaya manusianya. Bagaimana bonus demografi bisa menjadi potensi ataupun bencana dapat diuraikan lebih lanjut di bawah ini (Falikhah 2017). Jika diperhatikan lebih seksama, bonus demografi akan menjadi pilar peningkatan produktifitas suatu Negara dan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi melalui pemanfaatan SDM yang produktif dalam arti bahwa penduduk usia produktif tersebut benar-benar mampu menghasilkan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi mereka dan memiliki tabungan yang dapat dimobilisasi menjadi investasi. (Maryati 2015).

Gambar Peta Potensi Perikanan Budidaya Indonesia

 

Kebijakan perekonomian Indonesia Selama ini lebih condong mengandalkan konsep-konsep ekonomi hijau. Konsep tersebut adalah konsep yang berorientasi pada hasil dan sumber daya dari daratan seperti perkebunan, pertanian & kehutanan (Anjani 2018). Ekonomi hijau tidak mampu memberikan dampak yang siginifikan dalam hal pengelolaan lingkungan, maka perlu adanya pendekatan lain yang dipercaya mampu menyelesaikan persoalan yang terjadi. Salah satu alternatif pendekatan yang mampu memformat pembangunan berkelanjutan berbasis sumber daya alam, yaitu konsep ekonomi biru (Pauly 2018). Substansi ekonomi biru terletak pada manajemen yang berkesinambungan dan melestarikan berbagai jenis sumber daya alam khususnya sumber daya kelautan. Pasal 14 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan mengatur bahwa pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya melakukan pengelolaan kelautan untuk sebesar-sebesarnya kemakmuran rakyat melalui pemanfaatan dan pengusahaan sumber daya kelautan dengan prinsip ekonomi biru. Ekonomi biru merupakan model pembangunan ekonomi yang mengintegrasikan pembangunan darat dan laut dengan memperhitungkan daya dukung sumber daya dan lingkungan. Pada prinsipnya potensi darat, laut, dan udara harus disinergikan sehingga menjadi kekuatan Indonesia (Ervianto 2018). Konsep Blue Economy bertujuan untuk menciptakan suatu industri yang ramah lingkungan, Sehingga bisa tercipta pengelolaan sumberdaya alam yang lestari dan berkelanjutan (Radiarta, Erlania, and Haryadi 2015) Ekonomi biru juga mencakup pendidikan dan penelitian kelautan serta aktivitas lembaga sektor publik dengan tanggung jawab langsung pesisir dan laut (misalnya, pertahanan nasional, penjaga pantai, perlindungan lingkungan laut, dll (Ebarvia 2016).

Prinsip-prinsip yang terkandung di dalam ekonomi biru dapat menjadi kunci emas di dalam perencanaan pembangunan nasional dengan kolaborasi Industri 4.0. Langkah-langkah konkret dari penerapan "blue economy" ini terbagi menjadi tiga, yaitu : "Pertama adalah soal pemahaman yang lebih jelas tentang nilai dari ekosistem laut. Kedua, dengan lebih efektif mengaitkan ekosistem laut dengan ketahanan pangan, ini terkait dengan kesinambungan bahan pangan dengan strategi ekonomi serta sosial pembangunan," sementara pendekatan ketiga adalah dengan transisi ekonomi dalam potensi ekonomi menyangkut pasar, industri, dan komunitas terhadap pola pembangunan yang lebih berkeadilan. Prinsip ekonomi biru tidak bertentangan dengan konsep ekonomi hijau, Konsepsi ekonomi biru dapat menjembatani ekonomi hijau yang selama ini diterapkan dalam perencanaan pembangunan di Indonesia (Ilma 2014).

 

 

Referensi

Anjani, Adriana. 2018. “Kerja Sama KKP RI-FAO Dalam Implementasi Kebijakan Ekonomi Biru Indonesia Dengan Studi Kasus The Lombok Blue Economy Implementation Program.”

Ebarvia, Maria Corazon M. 2016. “Economic Assessment of Oceans for Sustainable Blue Economy Development.” Journal of Ocean and Coastal Economics 2(2):7.

EMAS, MENUJU SUMBER DAYA MANUSIA INDONESIA. n.d. “DIMENSI PENDIDIKAN KEJURUAN: PERUBAHAN LINGKUNGAN.”

Ervianto, Wulfram I. 2018. “STUDI PENDEKATAN EKONOMI BIRU UNTUK INFRASTRUKTUR DI INDONESIA.” Prosiding Semnastek.

Falikhah, Nur. 2017. “Bonus Demografi Peluang Dan Tantangan Bagi Indonesia.” Alhadharah: Jurnal Ilmu Dakwah 16(32).

Ilma, Ajeng Faizah Nijma. 2014. “Blue Economy: Kesimbangan Perspektif Ekonomi Dan Lingkungan.” Jurnal Ilmu Ekonomi Dan Pembangunan 14(1).

Kathijotes, Nicholas. 2013. “Keynote: Blue Economy-Environmental and Behavioural Aspects towards Sustainable Coastal Development.” Procedia-Social and Behavioral Sciences 101:7–13.

Maryati, Sri. 2015. “Dinamika Pengangguran Terdidik: Tantangan Menuju Bonus Demografi Di Indonesia.” Economica: Jurnal Program Studi Pendidikan Ekonomi STKIP PGRI Sumatera Barat 3(2):124–36.

Pauly, Daniel. 2018. “A Vision for Marine Fisheries in a Global Blue Economy.” Marine Policy 87:371–74.

Radiarta, I. Nyoman, Erlania Erlania, and Joni Haryadi. 2015. “Analisis Pengembangan Perikanan Budidaya Berbasis Ekonomi Biru Dengan Pendekatan Analytic Hierarchy Process (Ahp).” Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan Dan Perikanan 10(1):47–59.

Santosa, Gunawan Widi. 2016. “Quo Vadis Potensi Kelautan Indonesia.” UNISIA (57):254–65.

Sompotan, Henriette MR. 2018. “Penerapan Hukum Dalam Pengelolaan Ekonomi Kelautan Bidang Perikanan Di Indonesia.” LEX ET SOCIETATIS 6(1).