Penguatan Blue Economy dari Sektor Industri Maritim
- Zahra Ayu Adelia
- 24 Jun 2021
Surabaya,
22 Juni 2021, National Oceanographic mengadakan sebuah webinar yang bertajuk
Ocean Talks 7.0: 2021 Series “Building
Stronger Blue Economy for National Economic Recovery. Dalam webinar
tersebut turut hadir pula salah satu pembicara yakni Bapak Utario Esna Putra selaku
Kepala Departemen Humas PT PAL Indonesia (Persero). Dalam webinar kali ini Pak
Utario mengambil topik “Penguatan Blue
Economy dari Sektor Industri Maritim”. Dalam webinar tersebut, ia
memaparkan bahwa terdapat irisan-irisan tertentu yang berkaitan dengan Ekonomi Maritim.
Sebagai bahan pertimbangan, ia turut memaparkan definisi Ekonomi Maritim
Menurut Mashuo. Definisi Ekonomi Maritime menurut Mashuo adalah Ekonomi Maritim
yang secara tradisional didefinisikan sebagai perokonomian yang berputar pada
seputar dari perkapalan. Oleh karena itulah, Pada tahun ini hingga 22 tahun kemudian
bisa jadi pemahaman mengenai Ekonomi Maritim berkembang menjadi sedemikian rupa
menjadi konsep yang saat ini dikenal sebagai Blue Economy.
Gambar 2. Materi Mengenai Lingkup
Ekonomi Maritim
Alasan
yang menjadikan Ekonomi Maritim berkembang adalah karena banyaknya perkembangan
baru yang tidak hanya seputar perkapalan, Namun bisa lebih luas lagi. Lingkup Ekonomi
Maritim terdapat beberapa industri, seperti Regulatory,
Commercial, Opirational, Technical, Legal, dan Financial. Lalu, lingkup ini
dikembangkan lagi menjadi Maritime Security.
Lingkup selanjutnya Maritime “Risk Management”.
Yang dimaksud dengan Maritime “Risk
Management” adalah suatu metode untuk mengurangi resiko atau mitigasi
resiko ketika sebuah kapal melewati area berbahaya. Selanjutnya ada Maritime Sovereignity yakni suatu metode
yang nantinya akan berhubungan dengan
wilayah territorial yang memiliki kedaulatan. Lalu, yang terakhir ada
Eksplorasi dan Eksploitasi SDA yang mana kedua hal tersebut memiliki cakupan yang
luas. Definisi SDA yang lebih luas yakni terdapat pada suatu energi yang
bersifat tradisional seperti minyak dan gas. Lalu, yang bersifat modern dapat
dimasukkan kedalam kategori energi terbaru dan terbarukan.
Gambar 3. Materi Terkait Ekspansi
Perusahaan Dagang Asal Belanda VOC
Sebagai
contoh dalam penerapan Blue Economy,
Pak Utario menyampaikan kisah perusahaan dagang yang legendaris dari Belanda,
yakni VOC. VOC pada tahun 1972, membuat jalur perdagangan dari eropa ke
Indonesia terutama untuk memonopoli perdagangan rempah. Namun tidak hanya
berakhir disitu, VOC juga memperluas ekspansinya menuju China dan Jepang. Lalu,
keputusan paling menguntngkan yang pernah diambil VOC adalah berusaha menguasai
sebuah kepulauan terbesar di dunia yaitu Indonesia atau lebih dikenal sebagai
Nusantara pada saat itu. Dampak yang dihasilkan dari Blue Economy yang
dihasilkan oleh VOC adalah pada abad ke- 17. Pada abad ke- 17, VOC berhasil
menguasai penguasaan kemaritiman dari jalur perdagangan. Dengan demikian, Setiap
sendi perekonomian lainnya akan mudah dibangun atau ikut dikuasai. Hal itulah
yang sudah diterapkan oleh Belanda khususnya VOC ketika berkuasa di Indonesia.
“Saya
sangat menyayangkan karena kita hanya dapat menjadi penonton. Terdapat jaman
keemasan dimana Belanda melakukan supremasi maritim nasional, memiliki armada
kapal yang melebihi British Empire,
Rupublik Prancis, dan Kerajaan Spanyol dimasa itu karena menguasai maritime
dunia. Namun, kita hanya bisa menjadi penonton” Ujar Pak Utario.
Gambar 4. Materi Terkait One Belt,
One Road Milik China
Tidak
hanya berhenti sampai disitu, Pada rentang tahun 2017-2021 terdapat Negara lain
yang meniru konsep yang dilakukan oleh VOC yakni Negara China. China menggunakan
konsep One Belt, One Road. Dalam
konsep ini, terdapat program jangka panjang yang terintegerasi antara program
kecil lainnya. Dalam pelaksanaan program tersebut, China kemudian membagi
konsep tersebut menjadi dua konsep, yakni Silk
Road Economic Belt dan Maritime Silk
Road Initiative. Yang tentunya pembagian konsep tersebut bertujuan agar
China dapat memaksimalkan ekspansi dari jalur darat maupun jalur laut.
Gambar 5. Pemberitaan Mengenai Data
Dampak Pandemi Covid- 19 dari ILO (International
Labour Organization)
Pemulihan
Ekonomi Nasional yang diakibatkan oleh adanya Pandemi Covid-19 yang menyebabkan
banyak perekonomian menjadi lumpuh total. Berdasarkan sumber yang didapatkan
dari ILO (International Labour Organization), tercatat 255 juta orang
terkena PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Dalam keterangannya, Pak Utario juga
menyampaikan bahwa 255 juta ini adalah angkatan kerja yang harus menanggung
beban ekonomi dalam keluarga masing-masing. Sebagai tambahan, dampak adanya
Pandemi Covid-19 terhadap Indonesia menurut data dari Kadin pada tanggal 20 Agustus
2020, menyebutkan sebanyak 29 juta pekerja terkena PHK (Pemutusan Hubungan
Kerja) yang diakibatkan oleh Pandemi Covid-19. Hal demikian juga turut
menjadikan Negara lain yang cukup memiliki likuiditas memberikan program
insentif atau di Indonesia dikenal sebagai BLT (Bantuan Langsung Tunai). Insetif
itu diberikan karena mereka tidak dapat bekerja dan mendapatkan penghasilan
karena terdampak PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) dari Covid-19.
Terkait
pertanyaan yang sering ditanyakan oleh beberapa khalayak yang mempertanyaakan
mengenai industri apa saja yang bisa bertahan di masa Pandemi Covid-19, Pak Utario
selaku Kepala Departemen Humas PT PAL Indonesia (Persero) yang telah beberapa
tahun bergelut pada bidang kemaritiman menyampaikan pendapatnya bahwa industri
yang bisa bertahan di masa Pandemi Covid-19 secara global adalah sektor
pertahanan dan sektor energi. Untuk sektor industri, sektor tersebut memegang
peran yang amat penting karena merupakan sebuah kebutuhan primer yang tak
tergantikan. Lalu, Untuk sektor-sektor yang tidak terdampak Pandemi Covid-19
adalah sektor pertahanan dan kedaulatan.
Gambar 6. Sektor Bisnis yang Dimiliki
oleh PT PAL Indonesia (Persero)
PT
PAL Indonesia (Persero) memiliki 5 ekor bisnis yakni, Maintance Repair & Overhaul, Submarine: New Building & MRO, New
Ship Building, General Engineering, dan Technology & Development. Dalam
paparannya pak Utario berpendapat bahwa Kelima ekor bisnis ini saling berkaitan
dan berhubungan dengan kemaritiman. Dari sisi industri pertahanan, PT PAL
Indonesia (Persero) menjadi main
contractor. Projek-perojek maritim yang digalangkan oleh PT PAL Indonesia
(Persero) menimbulkan permintaan untuk membangun dan memperbaiki kapal. Permintaan
tersebut pastinya akan menarik permintaan lain, seperti komponen dan material.
Berdasarkan
data yang tercatat di Kemenperin menyebutkan bahwa hanya terdapat 59 perusahaan
industri bahan baku dan komponen yang berada di Indonesia. Inilah yang
diharapkan secara sektoril agar ribuan masyarakat di Indoensia dapat memperoleh
pekerjaan. Pak utario menyampaikan mengenai poin paling penting dari adanya Blue
Echonomy dan Maritime Economy adalah
agar Indonesia dapat memanfaatkan salah satu sektor yang bisa dihandalkan oleh
seluruh bangsa Indonesia untuk bisa memutar ekonomi keluar dari krisis yang
diakibatkan oleh adanya Pandemi Covid-19.
Referensi
Webinar
OCEANTALKS 7.0 “Building Stronger Blue Economy for National Economic Recovery,
Pada tanggal 19 Juni 2021