Follow us

Penguatan Blue Economy dari Sektor Industri Maritim



Surabaya, 22 Juni 2021, National Oceanographic mengadakan sebuah webinar yang bertajuk Ocean Talks 7.0: 2021 Series “Building Stronger Blue Economy for National Economic Recovery. Dalam webinar tersebut turut hadir pula salah satu pembicara yakni Bapak Utario Esna Putra selaku Kepala Departemen Humas PT PAL Indonesia (Persero). Dalam webinar kali ini Pak Utario mengambil topik “Penguatan Blue Economy dari Sektor Industri Maritim”. Dalam webinar tersebut, ia memaparkan bahwa terdapat irisan-irisan tertentu yang berkaitan dengan Ekonomi Maritim. Sebagai bahan pertimbangan, ia turut memaparkan definisi Ekonomi Maritim Menurut Mashuo. Definisi Ekonomi Maritime menurut Mashuo adalah Ekonomi Maritim yang secara tradisional didefinisikan sebagai perokonomian yang berputar pada seputar dari perkapalan. Oleh karena itulah, Pada tahun ini hingga 22 tahun kemudian bisa jadi pemahaman mengenai Ekonomi Maritim berkembang menjadi sedemikian rupa menjadi konsep yang saat ini dikenal sebagai Blue Economy.

 

Gambar 2. Materi Mengenai Lingkup Ekonomi Maritim

Alasan yang menjadikan Ekonomi Maritim berkembang adalah karena banyaknya perkembangan baru yang tidak hanya seputar perkapalan, Namun bisa lebih luas lagi. Lingkup Ekonomi Maritim terdapat beberapa industri, seperti Regulatory, Commercial, Opirational, Technical, Legal, dan Financial. Lalu, lingkup ini dikembangkan lagi menjadi Maritime Security. Lingkup selanjutnya Maritime “Risk Management”. Yang dimaksud dengan Maritime “Risk Management” adalah suatu metode untuk mengurangi resiko atau mitigasi resiko ketika sebuah kapal melewati area berbahaya. Selanjutnya ada Maritime Sovereignity yakni suatu metode yang nantinya akan  berhubungan dengan wilayah territorial yang memiliki kedaulatan. Lalu, yang terakhir ada Eksplorasi dan Eksploitasi SDA yang mana kedua hal tersebut memiliki cakupan yang luas. Definisi SDA yang lebih luas yakni terdapat pada suatu energi yang bersifat tradisional seperti minyak dan gas. Lalu, yang bersifat modern dapat dimasukkan kedalam kategori energi terbaru dan terbarukan.

 

Gambar 3. Materi Terkait Ekspansi Perusahaan Dagang Asal Belanda VOC

Sebagai contoh dalam penerapan Blue Economy, Pak Utario menyampaikan kisah perusahaan dagang yang legendaris dari Belanda, yakni VOC. VOC pada tahun 1972, membuat jalur perdagangan dari eropa ke Indonesia terutama untuk memonopoli perdagangan rempah. Namun tidak hanya berakhir disitu, VOC juga memperluas ekspansinya menuju China dan Jepang. Lalu, keputusan paling menguntngkan yang pernah diambil VOC adalah berusaha menguasai sebuah kepulauan terbesar di dunia yaitu Indonesia atau lebih dikenal sebagai Nusantara pada saat itu. Dampak yang dihasilkan dari Blue Economy yang dihasilkan oleh VOC adalah pada abad ke- 17. Pada abad ke- 17, VOC berhasil menguasai penguasaan kemaritiman dari jalur perdagangan. Dengan demikian, Setiap sendi perekonomian lainnya akan mudah dibangun atau ikut dikuasai. Hal itulah yang sudah diterapkan oleh Belanda khususnya VOC ketika berkuasa di Indonesia.

“Saya sangat menyayangkan karena kita hanya dapat menjadi penonton. Terdapat jaman keemasan dimana Belanda melakukan supremasi maritim nasional, memiliki armada kapal yang melebihi British Empire, Rupublik Prancis, dan Kerajaan Spanyol dimasa itu karena menguasai maritime dunia. Namun, kita hanya bisa menjadi penonton” Ujar Pak Utario.


Gambar 4. Materi Terkait One Belt, One Road Milik China

Tidak hanya berhenti sampai disitu, Pada rentang tahun 2017-2021 terdapat Negara lain yang meniru konsep yang dilakukan oleh VOC yakni Negara China. China menggunakan konsep One Belt, One Road. Dalam konsep ini, terdapat program jangka panjang yang terintegerasi antara program kecil lainnya. Dalam pelaksanaan program tersebut, China kemudian membagi konsep tersebut menjadi dua konsep, yakni Silk Road Economic Belt dan Maritime Silk Road Initiative. Yang tentunya pembagian konsep tersebut bertujuan agar China dapat memaksimalkan ekspansi dari jalur darat maupun jalur laut.

 

Gambar 5. Pemberitaan Mengenai Data Dampak Pandemi Covid- 19 dari ILO (International Labour Organization)

Pemulihan Ekonomi Nasional yang diakibatkan oleh adanya Pandemi Covid-19 yang menyebabkan banyak perekonomian menjadi lumpuh total. Berdasarkan sumber yang didapatkan dari ILO (International Labour Organization), tercatat 255 juta orang terkena PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Dalam keterangannya, Pak Utario juga menyampaikan bahwa 255 juta ini adalah angkatan kerja yang harus menanggung beban ekonomi dalam keluarga masing-masing. Sebagai tambahan, dampak adanya Pandemi Covid-19 terhadap Indonesia menurut data dari Kadin pada tanggal 20 Agustus 2020, menyebutkan sebanyak 29 juta pekerja terkena PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) yang diakibatkan oleh Pandemi Covid-19. Hal demikian juga turut menjadikan Negara lain yang cukup memiliki likuiditas memberikan program insentif atau di Indonesia dikenal sebagai BLT (Bantuan Langsung Tunai). Insetif itu diberikan karena mereka tidak dapat bekerja dan mendapatkan penghasilan karena terdampak PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) dari Covid-19.

Terkait pertanyaan yang sering ditanyakan oleh beberapa khalayak yang mempertanyaakan mengenai industri apa saja yang bisa bertahan di masa Pandemi Covid-19, Pak Utario selaku Kepala Departemen Humas PT PAL Indonesia (Persero) yang telah beberapa tahun bergelut pada bidang kemaritiman menyampaikan pendapatnya bahwa industri yang bisa bertahan di masa Pandemi Covid-19 secara global adalah sektor pertahanan dan sektor energi. Untuk sektor industri, sektor tersebut memegang peran yang amat penting karena merupakan sebuah kebutuhan primer yang tak tergantikan. Lalu, Untuk sektor-sektor yang tidak terdampak Pandemi Covid-19 adalah sektor pertahanan dan kedaulatan.

 

Gambar 6. Sektor Bisnis yang Dimiliki oleh PT PAL Indonesia (Persero)

PT PAL Indonesia (Persero) memiliki 5 ekor bisnis yakni, Maintance Repair & Overhaul, Submarine: New Building & MRO, New Ship Building, General Engineering, dan Technology & Development. Dalam paparannya pak Utario berpendapat bahwa Kelima ekor bisnis ini saling berkaitan dan berhubungan dengan kemaritiman. Dari sisi industri pertahanan, PT PAL Indonesia (Persero) menjadi main contractor. Projek-perojek maritim yang digalangkan oleh PT PAL Indonesia (Persero) menimbulkan permintaan untuk membangun dan memperbaiki kapal. Permintaan tersebut pastinya akan menarik permintaan lain, seperti komponen dan material.  

Berdasarkan data yang tercatat di Kemenperin menyebutkan bahwa hanya terdapat 59 perusahaan industri bahan baku dan komponen yang berada di Indonesia. Inilah yang diharapkan secara sektoril agar ribuan masyarakat di Indoensia dapat memperoleh pekerjaan. Pak utario menyampaikan mengenai poin paling penting dari adanya Blue Echonomy dan Maritime Economy adalah agar Indonesia dapat memanfaatkan salah satu sektor yang bisa dihandalkan oleh seluruh bangsa Indonesia untuk bisa memutar ekonomi keluar dari krisis yang diakibatkan oleh adanya Pandemi Covid-19.  

Referensi

Webinar OCEANTALKS 7.0 “Building Stronger Blue Economy for National Economic Recovery, Pada tanggal 19 Juni 2021