Follow us

Nadran, Pesta Laut Penolak Bala dari Pantura



        Laut tidak pernah terlepas dengan pesisir, begitu juga pesisir yang tidak pernah terlepas dari budaya masyarakatnya. Keesing (1989) mendefinisikan budaya sebagai keseluruhan pengetahuan manusia yang berfungsi sebagai “pedoman kehidupan” yang digunakannya untuk menginterprestasikan dan memaknai berbagai peristiwa  yang terjadi di lingkungannya.

                                                            Gambar 1. Ilustrasi Pantura (Pantai Utara)

        Pantura bisa disebut juga “Pantai Utara” terletak di Utara Jawa. Jika dilihat dari segi kebudayaan, Pantai Utara memiliki banyak budaya khas, salah satunya adalah Upacara Nadran. Nadran atau pesta laut merupakan tradisi hasil campuran budaya antara budaya Islam dan budaya Hindu yang di wariskan sejak ratusan tahun secara turun-temurun, oleh nenek moyang. Kata nadran sendiri, menurut sebagian nelayan Cirebon, berasal dari kata Nazaran - nazar yang mempunyai makna dalam agama  Islam yaitu  pemenuhan janji. Adapun inti dari upacara nadran adalah mempersembahkan sesajen (yang  merupakan ritual didalam agama Hindu untuk  menghormati  roh  leluhurnya)  kepada  penguasa  laut  agar di beri limpahan hasil laut, dan merupakan ritual tolak bala (keselamatan) bagi masyarakat nelayan (Agustina, 2009).

      

                                                         Gambar 2. Kegiatan Nadran di Pantura

      Prosesi pelaksanaanya nadran sendiri biasanya diawali dengan pemotongan kepala kerbau dan pemotongan nasi tumpeng yang di siapkan dalam sebuah meron (miniatur perahu), meron yang berisikan sesajen kemudian diarak atau dilarung ketengah laut, setelah sampai tengah laut meron dilemparkan ke laut laut lepas yang kemudian diperebutkan oleh warga masyarakat nelayan.

        Sebelum rangkaian acara upacara nadran biasanya dilaksanakan sejumlah kegiatan dan perlombaan telah dilaksanakan diantaranya seperti turnamen sepak bola, bazar, lomba anak-anak nelayan, remaja serta Ibu-ibu nelayan, bakti sosial, pembagian hadiah, Istiqosah, pagelaran wayang, pawai kelompok nelayan, ruwat laut, serta Hiburan Rakyat Kesenian Tarling.

        Beberapa kepercayaan orang tua terdahulu bahwa apabila mereka tidak melakukan tradisi nadran ruwat laut ini, mereka berkeyakinan bahwa Sanghyang Jagat Batara (Penguasa Alam Semesta), Dewa Baruna akan murka dan segera mengirim bencana melalui Dewa Petir, Dewa Halilintar serta Dewa Angin yang mengakibatkan nelayan tidak dapat melaut dan pada akhirnya tidak dapat mencari ikan sebagai sumber kehidupan utama bagi mereka.

        Tradisi nadran ini memiliki landasan filosofis yang berakar dari keyakinan keagamaan dan nilai-nilai budaya lokal, yang dianut oleh masyarakat setempat sebagai salah satu cara bagaimana masyarakat nelayan mengekpresikan rasa syukur mereka kepada Sang Maha Pencipta atas segala tangkapan ikan yang mereka peroleh setiap harinya serta permohonan keselamatan dalam mencari nafkah di laut, tradisi nadran juga dapat meningkatkan tali persaudaraan, tali silaturahim dan kebersamaan antar masyarakat Kampung sebagai bagian dari komunitas (Nuraini, 2013).

Daftar Pustaka :

  1. Agustina, H., 2009. Nilai-nilai Filosofi Tradisi Nadran Masyarakat Nelayan Cirebon. In Realisasinya Bagi Pengembangan Budaya Kelautan. Yogyakarta: Kepel Press.
  2. Keesing, R., 1989. Antropologi budaya. In Suatu Perspektif Kontemporer. Jakarta: Erlangga. pp.68-69.
  3. Nuraini, N., 2013. Tradisi Upacara Nadran Pada Masyarakat Nelayan Cirebon di Kelurahan Kangkung Bandar Lampung. Jurnal Kebudayaan, pp.50-52.