Follow us

Mengenal Ritual “Muang Jong” Adat Suku sawang atau Sekak, Belitung.



    Ritual adat merupakan kebiasaan yang sudah melekat pada suatu masyarakat secara turun temurun yang mencerminkan identitas masyarakat tersebut. Diadakannya suatu ritual tidak akan terlepas dari asal-usul yang telah dilalui nenek moyang atau pendahulu.

    Muang Jong  adalah ritual adat Suku Sawang, Belitung. Muang Jong terdiri dari kata “Muang (Buang)” dan “Jong (miniatur kapal kecil yang berisi sesajian) yang artinnya sebuah ritual mengarungkan miniatur kapal kecil yang berisi sesajian ketengah laut sebagai wujud rasa bersyukur dan keselamatan dalam mengarungi lautan luas. 

    Tradisi muang jong ini dilaksanakan hanya satu tahun sekali, yaitu pada musim peralihan menjelang musim barat sebelum memasuki musim angin barat sekitar bulan September sampai dengan Oktober. Pada musim angin barat, angin akan mulai  bertiup kencang dan gelombang laut menjadi tinggi menghujam. Pemilihan waktu pelaksanaan didorong pula faktor kesiapan dan pendanaan.

    Asal-usul dilaksanakannya Muang Jong ini bermula ketika dahulu kala satu masa sekelompok orang sawang atau sekak yang tengah berada di laut lepas ditimpa musibah. Ombak bergulung-gulung yang menyertai hujan badai telah membalikkan perahu mereka. Setelah berminggu-minggu terapung, akhirnya pertolongan itu datang lewat penjelmaan dewa-dewi yang belakangan dipercaya sebagai penguasa laut.

    Mereka diselamatkan ke tempat yang disebut gusong timur. Di sana diperlihatkan sebuah jong (perahu) dan pondok kecil yang mereka sebut ancak. Ketika para penyelamat Orang Sawang itu menghilang, sadarlah mereka bahwa sang penyelamat tak lain adalah dewa-dewi penguasa laut. Sejak itulah orang sawang memutuskan mengadakan ritual Muang Jong dengan cara meniru bentuk jong dan ancak yang diperlihatkan kepada mereka.

Muang jong sendiri terdiri dari beberapa rangkaian, yaitu:

  1. Pencarian tempat (pantai atau pulau) dan waktu upacara akan digelar.
  2. Persiapan dari prosesi mencari pokok pohon kayu di hutan untuk pembuatan replika jong, ancak, dan tiang yang akan dipasang di tanah lapang (tiang jitun menurut istilah mereka).
  3. Melakukan berbagai ritual seperti ritual untuk mengundang roh penjaga laut dan darat, yang dilakukan berkali-kali, maupun ritual yang dikemas dalam bentuk seni pertunjukan. Momen berupa acara kesenian (baca: permainan Orang Sawang) inilah yang ditunggu-tunggu oleh orang luar. Tarian dan nyanyi- nyanyian yang dihadirkan lebih menggambarkan sikap dan pandangan hidup mereka sehari- hari.
  4. Setelah jong dibuang ke laut, selama tujuh hari mereka tidak dibolehkan melaut. Pelanggaran atas larangan ini dipercaya akan mendatangkan musibah. Dibalik larangan itu sesungguhnya terkandung pesan moral terkait perlunya upaya menjaga keseimbangan alam.

Hal positif yang dapat ditarik dari ritual ini adalah rezeki dari laut seperti ikan dan ekosistem lainnya akan terpenuhi apabila manusia menerima dan tidak memusuhi laut dengan segala isinya. Adanya ritual ini juga membuat masyarakat suku Sawang dapat menjaga keharmonisan antar warganya.

Gambar 1. Jong atau miniatur kapal berisi sesajian yang akan dibuang ke laut
(sumber: Fotokita.net)