Follow us

Eksistensi Mangrove Terhadap Perkembangan Era Industri 4.0



Perkembangan zaman industri 4.0 telah membuat banyak permintaan pasar terutama di bidang pangan sehingga banyak pembukaan lahan untuk membuat tempat-tempat industri ataupun kegiatan aquakultur yang dampak nya dapat membuat emisi C02 meningkat dengan pesat bahkan pada tahun 2017 jumlah emisi mencapai angka 1.150.772  ton CO2, angka yang sangat tinggi dengan jumlah hutan hujan yang begitu luas serta hutan mangrove seharusnya kita bisa mengurangi emisi yang terjadi, tetapi kurang nya kesadaran yang dimiliki manusia membuat segala cara sia-sia untuk dilakukan.

Hutan mangrove sendiri adalah ekosistem yang sangat baik dalam upaya penyerapan CO2 ketimbang hutan hujan dan hutan gambut. Menurut data dari kementrian kelautan dan perikanan jumlah hutan mangrove dunia mencapai 16.530.000 Ha, dimana Indonesia memiliki 3.490.000 Ha atau 21% mangrove dunia. Saat ini, luas mangrove Indonesia mengalami penurunan luasan dimana data satu peta mangrove tercatat seluas 3.311.208, dimana 637.624 Ha (19,26%) dalam kondisi kritis (atau penutupan tajuk kurang dari 60%) sedangkan mangrove dalam kondisi baik seluas 2.673.548 (80,74%). Dari mangrove kritis tersebut, berdasarkan kewenangan dimana 460.210 ha (72,18%) berada dalam kawasan hutan dan 177.415 ha (27,82%) diluar kawasan hutan.


Kemajuan zaman indutri 4.0 menyebabkan banyak sekali hutan mangrove yang hilang akibat adanya pembangunan reklamasi, tambak, atau pun pemanfaat yang berlebihan. Era industri 4.0 membuat segala kebutuhan di butuhkan secara cepat dan melimpah agar dapat memenuhi kebutuhan pasar baik secara internasional maupun dalam negri, salah satu contoh nya adalah pembukaan industri aquakultur yaitu tambak udang yang mengunakan lahan hutan mangrove sebagai tempat kegiatan tambak yang dapat merusak ekosistem jika pembukaan lahan nya tidak di imbangi dengan penanaman kembali hutam mangrove, karena jika mangrove rusak akibat pembukaan lahan tambak maka yang akan terjadi adalah regenerasi ikan dan udang akan tergangu secara tidak langsung akan mempengarui keberedaan nya, pencemaran laut , abrasi garis pantai, terjadi pendangkalan pinggir pantai karena menumpuk nya sedimen, dan intrusi air laut ke daratan semakin tinggi. Bukan hanya kegiatan tambak saja kegiatan seperti penambangan juga menjadi ancaman yang tidak kalah merusak jika tidak dilakukan dengan baik dan terstruktur.

Menurut Turner(1977) 1 ha tambak ikan pada hutan mangrove menghasilkan 287 kg/tahun sedangkan setiap hilang nya 1 ha hutan mangrove maka akan mengakibatkan kerugian 480 kg/tahun ikan atau udang, fungsi dari amngrove sendiri selain untuk mengikat C02 adalah sebagai fungsi fisik yaitu mencegah terjadi nya abrasi, fungsi kimia mengikat CO2 dan menghasilkan 02, dan fungsi biologi sebagai tempat pemijahan,mencari makan, pembesaran ikan/udang/krustasea/moluska.

Kebijakan harus dibuat untuk mencegah terjadi nya degradasi mangrove lebih parah lagi disisi lain meskipun kegiatan tambak itu menguntungkan bagi pelaku nya justru itu hanya sesaat jika alam sudah tidak medukung maka yang akan terjadi dampak yang sangat luarbiasa, oleh sebab itu perlu nya tata kelola dalam melakukan sesuatu kegiatan agar setiap keputusan yang diambil itu tidak berdampak buruk pada alam dan membuat lahan baru lagi untuk melakukan reboisasi mangrove, bukan hanya kegiatan tambak dan penambangan tapi reklamasi juga harus dipikirkan jangan sampai kepentingan industri membuat kesalahan yang dapat mengancam ekosistem yang ada karena kebanyakan biota yang hidup di dekat mangrove memilki ketergantungan yang cukup tinggi untuk bertahan hidup di hutan mangrove.

Pemanfaatan mangrove yang berkelanjutan adalah salah satu cara yang efektif jika ingin menggunakannya, tetapi pemahaman masyarakat juga harus meningkat dan sadar akan penting nya mangrove bukan hanya paham untuk memanfaatkan tapi juga paham untuk merestorasi kembali  untuk menhindari degradasi hutan mangrove.

Sumber Literasi

Turner, R.E. 1977. “Intertidal Vegetation And Commercial Yields Of Panaeid Shrimp”. Trans. Am.Fish.Soc.106:411-416

Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2021. https://kkp.go.id/djprl/p4k/page/4284-kondisi-mangrove-di-indonesia diakses pada tanggal 1 November 2021