Eksistensi Mangrove Terhadap Perkembangan Era Industri 4.0
- Paolo M. Nainggolan
- 04 Dec 2021
Perkembangan zaman
industri 4.0 telah membuat banyak permintaan pasar terutama di bidang pangan
sehingga banyak pembukaan lahan untuk membuat tempat-tempat industri ataupun
kegiatan aquakultur yang dampak nya dapat membuat emisi C02 meningkat dengan
pesat bahkan pada tahun 2017 jumlah emisi mencapai angka 1.150.772 ton CO2, angka yang sangat tinggi dengan
jumlah hutan hujan yang begitu luas serta hutan mangrove seharusnya kita bisa
mengurangi emisi yang terjadi, tetapi kurang nya kesadaran yang dimiliki
manusia membuat segala cara sia-sia untuk dilakukan.
Hutan mangrove sendiri adalah ekosistem yang sangat baik dalam upaya penyerapan CO2 ketimbang hutan hujan dan hutan gambut. Menurut data dari kementrian kelautan dan perikanan jumlah hutan mangrove dunia mencapai 16.530.000 Ha, dimana Indonesia memiliki 3.490.000 Ha atau 21% mangrove dunia. Saat ini, luas mangrove Indonesia mengalami penurunan luasan dimana data satu peta mangrove tercatat seluas 3.311.208, dimana 637.624 Ha (19,26%) dalam kondisi kritis (atau penutupan tajuk kurang dari 60%) sedangkan mangrove dalam kondisi baik seluas 2.673.548 (80,74%). Dari mangrove kritis tersebut, berdasarkan kewenangan dimana 460.210 ha (72,18%) berada dalam kawasan hutan dan 177.415 ha (27,82%) diluar kawasan hutan.
Kemajuan zaman indutri
4.0 menyebabkan banyak sekali hutan mangrove yang hilang akibat adanya
pembangunan reklamasi, tambak, atau pun pemanfaat yang berlebihan. Era industri
4.0 membuat segala kebutuhan di butuhkan secara cepat dan melimpah agar dapat
memenuhi kebutuhan pasar baik secara internasional maupun dalam negri, salah
satu contoh nya adalah pembukaan industri aquakultur yaitu tambak udang yang
mengunakan lahan hutan mangrove sebagai tempat kegiatan tambak yang dapat
merusak ekosistem jika pembukaan lahan nya tidak di imbangi dengan penanaman
kembali hutam mangrove, karena jika mangrove rusak akibat pembukaan lahan
tambak maka yang akan terjadi adalah regenerasi ikan dan udang akan tergangu
secara tidak langsung akan mempengarui keberedaan nya, pencemaran laut , abrasi
garis pantai, terjadi pendangkalan pinggir pantai karena menumpuk nya sedimen,
dan intrusi air laut ke daratan semakin tinggi. Bukan hanya kegiatan tambak
saja kegiatan seperti penambangan juga menjadi ancaman yang tidak kalah merusak
jika tidak dilakukan dengan baik dan terstruktur.
Menurut Turner(1977) 1 ha
tambak ikan pada hutan mangrove menghasilkan 287 kg/tahun sedangkan setiap
hilang nya 1 ha hutan mangrove maka akan mengakibatkan kerugian 480 kg/tahun
ikan atau udang, fungsi dari amngrove sendiri selain untuk mengikat C02 adalah
sebagai fungsi fisik yaitu mencegah terjadi nya abrasi, fungsi kimia mengikat
CO2 dan menghasilkan 02, dan fungsi biologi sebagai tempat pemijahan,mencari
makan, pembesaran ikan/udang/krustasea/moluska.
Kebijakan harus dibuat
untuk mencegah terjadi nya degradasi mangrove lebih parah lagi disisi lain
meskipun kegiatan tambak itu menguntungkan bagi pelaku nya justru itu hanya
sesaat jika alam sudah tidak medukung maka yang akan terjadi dampak yang sangat
luarbiasa, oleh sebab itu perlu nya tata kelola dalam melakukan sesuatu
kegiatan agar setiap keputusan yang diambil itu tidak berdampak buruk pada alam
dan membuat lahan baru lagi untuk melakukan reboisasi mangrove, bukan hanya
kegiatan tambak dan penambangan tapi reklamasi juga harus dipikirkan jangan
sampai kepentingan industri membuat kesalahan yang dapat mengancam ekosistem
yang ada karena kebanyakan biota yang hidup di dekat mangrove memilki ketergantungan
yang cukup tinggi untuk bertahan hidup di hutan mangrove.
Pemanfaatan mangrove yang
berkelanjutan adalah salah satu cara yang efektif jika ingin menggunakannya,
tetapi pemahaman masyarakat juga harus meningkat dan sadar akan penting nya
mangrove bukan hanya paham untuk memanfaatkan tapi juga paham untuk merestorasi
kembali untuk menhindari degradasi hutan
mangrove.
Sumber Literasi
Turner, R.E. 1977. “Intertidal Vegetation And Commercial Yields Of Panaeid Shrimp”. Trans. Am.Fish.Soc.106:411-416
Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2021. https://kkp.go.id/djprl/p4k/page/4284-kondisi-mangrove-di-indonesia diakses pada tanggal 1 November 2021