Follow us

Upwelling dan Kaitannya Dengan Fenomena di Laut



Pernahkah mendengar adanya perairan yang subur?

    Perairan dikatakan subur apabila di wilayah tersebut terdapat banyak ikan sehingga akan memberikan keuntungan yang besar bagi nelayan.

Lalu mengapa ikan-ikan bisa berkumpul di perairan tersebut?

    Sama halnya dengan makhluk hidup lainnya, tentu ikan akan mendiami suatu tempat dikarenakan kondisi lingkungannya yang mendukung. Kondisi lingkungan tersebut dalam hal ini perairan, dikatakan mendukung apabila suhu, salinitas, ketersediaan oksigen terlarut dalam air (dissolve oxygen), dan tentunya kandungan nutriennya sangat optimal bagi ikan-ikan.

Lalu, apa yang menjadi salah satu penyebab perairan bisa subur?


Gambar 1. Ilustrasi Penangkapan Ikan
(http://learn.e-limu.org)

    Di laut, dikenal adanya fenomena upwelling. Upwelling merupakan naiknya massa air di lapisan bawah (thermocline) ke permukaan (baca tentang stratifikasi kolom air pada artikel sebelumnya). Naiknya massa air dikarenakan adanya angin yang bergerak di atas perairan sehingga angin ini akan mendorong massa air di permukaan. Semakin terdorongnya massa air di permukaan ini maka akan terjadi kekosongan sehingga kekosongan ini lah yang kemudian diisi  oleh massa air yang berada di lapisan bawahnya.

    Seperti yang telah dibahas tentang stratifikasi kolom air, karakteristik lapisan thermocline memiliki sifat dimana suhu yang lebih dingin dan salinitas yang lebih tinggi. Selain kedua hal ini juga, di lapisan thermocline ini juga kaya akan nutrien. Oleh karena itu, ketika terjadinya upwelling dan lapisan  thermocline naik, maka karakteristik perairan di permukaan pun akan berubah. Jika pada umumnya karakteristik perairan di permukaan memiliki suhu yang hangat, maka saat terjadi upwelling suhu permukaan laut akan lebih dingin (turun sekitar 2o C di daerah tropis) dari biasanya, salinitas juga bisa mencapai 34 ppt, perairan permukaan juga akan kaya dengan nutrien serta plankton-plankton. Keberadaan plankton yang banyak ini juga menjadi faktor akan banyaknya ikan yang nantinya berkumpul di perairan ini.

Gambar 2. Ilustrasi Upwelling
(Sumber: /coastalscience.noaa.gov)

Ada 3 proses yang menyebabkan terjadinya upwelling, yaitu:

  1. Ketika terdapat tikungan yang tajam di garis pantai yang mengakibatkan arus bergerak menjauhi pantai sehingga terjadi kekosongan massa air di dekat pantai, lalu massa air thermocline pun akan naik mengisi kekosongan tersebut.

    Gambar 3. Upwelling Akibat Tikungan Tajam di Garis Pantai
    (Sumber: Thurman & Trujilo 2004) 
  2. Ketika terjadi hembusan angin yang terus menerus dengan kecepatan yang cukup besar dan dalam waktu yang cukup lama. Bila angin bertiup ke suatu arah sejajar dengan garis pantai dimana garis pantai berada di sebelah kiri dari angin untuk belahan bumi utara (BBU) atau di sebalah kanan dari angin untuk belahan bumi selatan (BBS), maka akibat adanya Gaya Coriolis (gaya yang ditimbulkan akibat adanya rotasi bumi) massa air yang bergerak sejajar dengan garis pantai akan dibelokkan arahnya menjauhi garis pantai dengan arah tegak lurus angin ke laut lepas. Angin menyebabkan air laut menjauhi pantai sehingga akan terjadi kekosongan massa air di daerah pantai. Kondisi ini yang akhirnya menyebabkan naiknya massa air di lapisan bawah ke atas.

    Gambar 4. Upwelling Akibat Hembusan Angin
    (Sumber: www.frf.usace.army.mil)
  3. Ketika terjadi arus dalam (deep current) yang membentur penghalang di dasar laut yang menyebabkan arus tersebut dibelokkan ke atas permukaan.


Gambar 5. Upwelling Akibat Adanya Penghalang Dasar Laut
(Sumber: http://www.geologyfortoday.com)

Menurut Wyrtki (1961), ada 3 jenis upwelling yaitu:

  1. Tipe stasioner, upwelling terjadi sepanjang tahun meskipun dengan intensitas yang bervariasi.
  2. Tipe periodik, upwelling terjadi hanya selama satu musim saja.
  3. Tipe berganti, upwelling dan sinking terjadi bergantian dalam satu tahun. Pada satu musim terjadi upwelling dan musim berikutnya terjadi downwelling (kebalikan dari upwelling). Tipe seperti ini terjadi di Laut Banda dan Laut Arafura.

        Salah satu contoh terjadinya upwelling di perairan Indonesia adalah di Selat Makassar. Upwelling terjadi dikarenakan adanya sill (bentuk dasar cekungan yang menjulang ke atas tetapi tidak sampai ke permukaan laut, biasanya terdapat di mulut cekungan laut dan berfungsi menghambat aliran air yang melewatinya) yang dilalui oleh massa air Pasifik. Adanya sill di kedalaman 550 meter di ujung Selat Makassar ini menghalangi jalannya massa air dari Selat Makassar menuju Laut Flores sehingga aliran massa air hanya terjadi pada kedalaman di atas 550 meter saja. Aliran massa air pada bagian atas yang terjadi di Laut Flores ini seolah-olah menyeret lapisan di bawahnya. Akibatnya terjadi kekosongan massa air di lapisan atas Laut Flores bagian barat yang kemudian terjadilah upwelling. Di wilayah perairan Indonesia lainnya yaitu Laut Banda, Laut Arafura, Laut Maluku, juga dikenal sebagai daerah yang sering terjadi upwelling. Hal ini terjadi pada musim timur dimana massa air di lapisan atas perairan tersebut terdorong oleh angin musim timur sampai ke Laut Jawa, Laut Natuna, dan Laut Cina Selatan. Adanya internal waves yang terjadi sebagai akibat bekerjanya gaya-gaya pasang surut dan ARLINDO berperan memperkuat terjadinya upwelling.

        Meskipun beberapa penelitian menunjukkan bahwa adanya pengaruh yang kuat antara upwelling dengan penetuan daerah tangkapan ikan dimana upwelling ini akan menyebabkan banyaknya ikan-ikan yang berkumpul, namun ada juga beberapa kejadian yang menunjukkan bahwa upwelling menyebabkan banyaknya ikan-ikan yang mati. Mengapa demikian? Upwelling memang menyebabkan naiknya nutrien dari lapisan bawah ke permukaan, nutrien dan cahaya di perairan yang cukup akan memicu pertumbuhan fitoplankton.


Gambar 6. Ilustrasi Blooming Algae
(Sumber: http://www.mdpi.com/journal)

    Keadaan ini yang justru dapat menyebabkan terjadinya ledakan populasi fitoplankton atau yang disebut blooming algae. Dalam kondisi ini, fitoplankton yang berkumpul di permukaan akan membuat pencahayaan di perairan berkurang dan adanya “persaingan” oksigen bagi organisme perairan sehingga kondisi lingkungan ini tidak lagi optimal bagi pertumbuhan ikan-ikan. Selain itu, blooming algae juga dapat mempengaruhi kualitas air di perairan tersebut. karena suatu saat plankton-plankto tadi akan mati secara massal akibatnya tejadi kembali penumpukan bahan organik di perairan. Dalam hal ini, tugas mikroorganisme pengurai di dasar perairan untuk mengurai bahan organik tersebut. Masalahnya adalah ketika malam hari maka proses fotosintesis akan berhenti karena tidak adanya cahaya matahari sehingga suplai oksigen di perairan pun berkurang. Dalam kondisi seperti ini maka bakteri pengurai akan bekerja secara anaerob (tanpa oksigen) sehingga zat yang dihasilkannya adalah zat-zat yang bersifat toksik yang buruk bagi organisme perairan.

Referensi:

  • Aldrian, E. 2008. Meteorologi Laut Indonesia. Badan Meteorologi dan Geofisika. Jakarta. 243 hlm.
  • Hasanudin, M. 1998. Arus Lintas Indonesia (ARLINDO). Jurnal Oseana, Vol. XXIII, No. 2, Hal. 1-9. LIPI.
  • Makmur, M. 2010. Pengaruh Upwelling Terhadap Ledakan Alga (Blooming Algae) di Lingkungan Perairan Laut. Proc. Seminar Nasional Teknologi Pengolahan Limbah IV. Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN.
  • Thurman, H.  V., A. P. Trujillo. 2004. Introductory Oceanography. Pearson Prentice Hall. New Jersey.
  • Wyrtki, K. 1961. Physical Oceanography of The Southeast Asian Waters. Naga Report 2. Inst. Of Oceanography.