Strategi Pengembangan Industri Maritim dan Industri Perkapalan Nasional sebagai Poros Maritim Dunia
- Ayu Dewi Prasetyawati, S.M.
- 26 Oct 2021
Dunia global dikejutkan oleh berita kerjasama keamanan yang dibangun oleh Amerika Serikat, Inggris, dan Australia yang memiliki sebutan akronim sebagai AUKUS (Australia, United Kingdom, United States). Melalui perjanjian dan kerjasama tersebut, AS hendak membantu Australia untuk membangun atau berbagi teknologi kapal selam bertenaga nuklir, melalui kesepakatan tersebut Australia akan memiliki kapal selam yang jauh bersaing dengan tenaga konvensional tetapi juga memiliki dampak terhadap perliaku negara-bangsa lainnya khususnya di ASEAN. Melalui AUKUS juga dapat dicermati China menjadi pemicu konfliktual kawasan yang posisinya kian hari menjadi ancaman kawasan di Laut China Selatan.
Bagi Indonesia sendiri tentu akan merasakan
dampak yang signifikan karena harus terus waspada dan memicu ketegangan dalam
keamanan kawasan di Asia Tenggara, sehingga kawasan atau wilayah maritim dan
kedaulatan Indonesia akan menghadapi tantangan baru karena adanya instabilitas
yang kelak akan terjadi akibat kapal selam bertenaga nuklir milik Australia.
Tak hanya itu, hal ini juga akan berdampak pada kerjasama ekonomi dan tentunya
menjadi perhatian serius.
Berawal dari Laut China Selatan. Laut China
Selatan menjadi primadona karena potensi yang dimilikinya, yaitu: letak yang
strategis, sumber daya alam kelautan yang melimpah, dan terdapat potensi migas
yang dikandungnya. Masalah Laut Cina Selatan merupakan permasalahan sengketa
teritorial dan batas wilayah maritim yang pelik di mana munculnya benturan
kepentingan antar negara di sekitarnya. Geopolitic
and Great Power Competition. Sebab, China telah mengklaim Nine-Dash Line masuk ke dalam wilayah
negara di peta resmi China. Keadaan ini kemudian menjadi kekhawatiran bagi
kekuatan militer AS. Maka muncullah AS di kawasan, melalui pakta pertahanan
AUKUS; sebagai bentuk penegasan dominasi global.
Dikejutkan dengan kejadian di kawasan Asia Pasifik, pembentukan perjanjian trilateral antara Australia, AS, dan Inggris (AUKUS), Indonesia khawatir mendapat dampak langsung maupun tak langsung. Begitu pula negara-negara ASEAN yang lain. Dampak yang muncul itu tak hanya dalam segi keamanan, tetapi juga segi ekonomi. Indonesia akan memiliki tantangan baru dan instabilitas, baik ketahanan nasional maupun perekonomian. Hal ini akan berdampak pada kerjasama ekonominya. Indonesia harus siap menghadapi tantangan baru dalam dunia industri kemaritiman.
Kebijakan pengembangan industri maritim dan industri
perkapalan nasional merupakan salah satu upaya pemerintah untuk meningkatakan
daya saing industri dalam rangka mendukung pertahanan negara. Erat kaitannya
bagaimana Indonesia meningkatkan sektor industri maritim. Indonesia merupakan
negara kepulauan yang disatukan oleh lautan, sehingga memerlukan pergeseran
orientasi pembangunan yang berbasis pada sektor kemaritiman. Sektor maritim
adalah sektor yang harus diperkuat, tentu saja dengan sistem pertahanan
memperkuat armada maritim yang bisa menjaga zona ekonomi eksklusif. Sehingga
praktis sektor maritim menjadi tulang punggung untuk menunjang kegiatan
pertahanan. Jalur-jalur internasional apabila ada keadaan darurat bisa kita
blok, maka mau tak mau armada maritim kita harus kuat. Sekaligus menjadi pendukung
pertahanan di indonesia agar bisa semakin kuat.
Presiden Joko Widodo mencanangkan Indonesia
sebagai poros maritim dunia pada pertemuan East ASIA Summit ke-9 di Myanmar
pada 13 November 2014. Syarat sebuah negara menjadi poros maritim dunia adalah
dengan memiliki ketersediaan Armada Kapal, memiliki sarana dan prasarana
pelabuhan yang berkualitas, serta dukungan kebijakan (regulasi). Sehingga
industri perkapalan merupakan industri strategis, memiliki keterkaitan erat
dengan Sektor/Industri yang luas (Downstream-Upstream) dan padat modal, padat
teknologi, dan padat karya.
Ada empat elemen utama bagaimana Indonesia menjadi poros maritim dunia. Poros maritim dunia dengan empat element utama:
1. Pengembangan budaya maritim.
2. Pengembangan infrastruktur maritim melalui program Tol Laut
3. Peningkatan eksplorasi melalui pelestarian sumber daya kelautan
4. Peningkatan keamanan dan kedaulatan wilayah laut RI
Indonesia memiliki strategi pengembangan
Industri Maritim, yaitu dengan melakukan penguatan Industri Galangan Kapal, penguatan
Industri Komponen, serta menguatkan SDM yang bergerak di sektor maritim dan
perkapalan dengan menyediakan SDM berkompetensi di bidangnya. Industri dengan
teknologi intensif, yang secara signifikan penting dalam membantukekuatan
pertahanan negara, perkembangan ekonomi, dan perkembangan sektor industri
lainnya seperti industri besi baja, industri elektronik, dan industri
permesinan. Melalui strategi ini, diharapkan dapat meningkatkan penggunaan
produksi dalam negeri serta memperkuat basis produksi industri komponen
perkapalan, dan mengurangi impor komponen dari negara lain. Dalam kaitannya
dengan penguatan industri maritim, maka industri perkapalan menjadi sebuah
industri strategis dengan karakteristik memiliki keterkaitan industri yang
luas, membutuhkan tenaga kerja terampil (padat karya), kandungan teknologi
dalam proses produksi (padat teknologi), serta memerlukan investasi tinggi
(padat modal). Industri strategis tentu memerlukan dukungan kebijakan dan iklim
usaha yang kondusif untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing.
Peluang dan tantangan industri perkapalan
sebagai industri strategis tentu selebar mata memandang. Potensi pasar Industri
Perkapalan dalam negeri dalam lima tahun ke depan yaitu ada penggantian kapal
tua (umur kapal lebih dari 25 tahun) kurang lebih sebanyak 1.707 unit, dengan
penambahan kapal baru sebanyak kurang lebih 30 unit kapal. Potensi pasar kapal
dalam negeri yang dapat dimasuki oleh industri galangan kapal nasional mengacu
pada data kapal-kapal berbendera Indonesia dan masih beroperasi dengan usia di
atas 25 tahun serta rencana proyeksi kebutuhan kapal Pemerintah dan BUMN.
Untuk memenuhi kebutuhan kapal dan memenuhi
potensi pasar industri perkapalan, tentu dibutuhkan sumber daya manusia yang
memadai, tak hanya dari segi jumlah tetapi juga kompetensi yang mumpuni di
sektor pembangunan kapal, baik pembangunan kapal baru maupun reparasi.
Berdasarkan Hasil Survei tahun 2016 yang dilakukan pada 149 Industri Galangan
Kapal (galangan kapal besar dan sedang), tercatat memiliki tenaga kerja
sebanyak 12.916 orang. Kebutuhan tenaga kerja Industri Perkapalan Nasional
diperkirakan sebanyak 31.943 orang, dan kebutuhan pelatihan tenaga kerja
perkapalan sebesar 63.036 minggu secara keseluruhan demi mencapai
kompetensi-kompetensi yang disyaratkan. SDM-SDM yang berkompeten di Industri
Perkapalan Nasional tentu berperan penting untuk mencapai tujuan strategi
Indonesia agar menjadi poros maritim dunia dan menguatkan dirinya di segi
maritim, maka hal ini tentu harus menjadi fokus utama. Harus ada proses Transfer
of Knowledge dan Transfer of Technology agar tenaga kerja di
Industri Maritim dan Perkapalan mampu bersaing dalam persaingan global yang
semakin ketat, terlebih semenjak adanya perjanjian AUKUS. Namun kita harus
yakin bahwa Indonesia mampu bersaing dan memperkuat posisinya sebagai poros
maritim dunia. Mari kita dukung terus Industri Perkapalan dan Industri Maritim
Indonesia. We will always support for a better future.
Referensi: Webinar Ocean Talks 10.0: 2021 Series, Strategi Diplomasi Maritim Indonesia Hadapi Potensi Konflik Kawasan di Asia Pasifik, tanggal 16 Oktober 2021 via Zoom.