Potensi Mineral pada Wilayah Laut Dalam di Indonesia
- Leon Canavarro Odillo
- 02 Aug 2021
Keterdapatan mineral logam di dasar laut dapat berupa cebakan atau endapan nodul polimetalik dan cerobong hidrotermal (chimney deposit) yang umumnya terdapat pada kedalaman 1.400 – 3.700 m di bawah permukaan laut (Anert dan Borowski, 2000). Cerobong hidrotermal aktif dan mati dapat menghasilkan cebakan sulfida yang mengandung logam berharga seperti perak (Ag), emas (Au), tembaga (Cu), mangan (Mn), kobalt (Co), dan seng (Zn). Banyak cebakan itu muncul terkonsentrasi di sekitar daerah aktivitas volkanisme. Secara umum genesa cebakan logam di dasar laut ini berhubungan dengan proses vulkanisme bawah laut.
Gambar 1. Sebaran cerobong hidrotermal
di seluruh dunia (InterRidge ver.3.3 database)
China merupakan salah satu negara yang
pertama yang disetujui oleh ISA (International Seabed Authority) untuk mencari
cebakan mineral sulfida polimetalik di laut di Samudera Hindia dan kobalt di
Samudera Pasifik. Hingga kini, total luas daerah yang telah mereka eksplorasi
lebih dari 80.000 km2. Eksplorasi tersebut menemukan nodul polimetalik
berukuran sebesar umbi kentang di dasar laut dengan kandungan logam seperti
kobalt, nikel, mangan, besi dan aluminium yang memiliki potensi ekonomi yang
besar. Saat ini China sudah mempunyai kapal selam berawak yang dinamakan
Jiaolong yang dapat menyelam pada kedalaman 7.000 m. Kapal selam ini juga
menyediakan teknologi dan informasi geologi untuk pertambangan mineral masa
depan di dasar laut. Dengan perbaikan teknologi di laut dalam, maka sumber daya
mineral logam di laut dalam dapat dieksplorasi dan ditambang dalam 20 tahun ke
depan.
Sementara itu lembaga riset di Indonesia
telah melaksanakan serangkaian ekspedisi geologi kelautan dengan melibatkan
peneliti asing dengan tujuan untuk menemukan gungung api atau aktivitas
hidrotermal dan potensi endapan mineral di dasar laut. Di antaranya adalah
ekspedisi Bandamin yang dilakukan tahun 2001 di perairan Pulau Flores dan
Wetar, Nusa tenggara Timur dan Indonesia-Australia Survey for Submarine
Hydrothermal Activity (IASSHA) pada tahun 2001-2003 di sekitar Kepulauan
Sangihe Talaud, Sulawesi Utara. Kedua penelitian tersebut berhasil menemukan
sumber cebakan emas di dasar laut dengan kandungan 0,5 s.d 1 gram/ton Au.
Selain itu, riset ini juga menemukan adanya sumber mineral logam hidrotermal
lainnya yaitu perak, tembaga, seng dan timbal.
Kegiatan tersebut kemudian disusul
dengan Ekspedisi INDEX-SATAL 2010, ekspedisi ini memperkuat bukti keberadaan
fenomena aktivitas hidrotermal di bawah perairan barat Kepulauan Sangihe pada
Gunungapi Bawah Laut Kawio Barat dengan puncaknya yang berada pada kedalaman
laut sekitar 1860 m dan kakinya pada kedalaman sekitar 5400 m. Penyelaman ROV
(Remotely Operated Vehicle) Little Hercules di Gunungapi Kawio Barat yang
dipusatkan di sisi baratlaut dari puncak gunung menyapu mulai kedalaman 3000 m
hingga menuju ke arah puncak pada kedalaman 1860 m.
Sayangnya kegiatan penelitian dan eksplorasi pada wilayah laut dalam Indonesia masih sangatlah minim. Peralihan dunia ke energi terbarukan menyebabkan kebutuhan mineral khususnya Rare Earth Element (REE) akan sangat meningkat di masa depan sebagai material pembuatan panel surya, turbin angin, dan baterai kendaraan listrik. Terus menurunnya cadangan di darat akan membuat kegiatan penambangan laut dalam di masa depan menjadi tak terhindarkan. Oleh karena itu dibutuhkan ekspedisi multi disiplin yang bukan hanya mengkaji tentang potensi geologi yang ada, namun juga dampak yang akan terjadi pada kehidupan flora fauna di laut dalam, sehingga kita akan memiliki kajian yang tepat untuk kegiatan penambangan laut di masa depan.
Gambar 2. Mineralisasi berupa
pembentukan mineral sulfide dan mineral logam disertai dengan kehadiran
sekelompok fauna udang di sekitar cerobong hidrotermal pada Gunungapi Kawio
Barat (Troa dkk, 2013)
Referensi
Anert, A. & Borowski, C. 2000. “Environmental
Risk Assessment of An-thropogenic Activity in the Deep-Sea”. Journal of Aquatic
Ecosystem Stress and Recovery 7(4), hal. 299-315.
Nugroho & Putranti. 2018. “International Seabed
Regime in Southeast Asia: The Lack of ASEAN Member States’ Role in Seabed
Mining”. Indonesian Perspective, Vol. 3, No. 1 hal 37-51.
Pardiarto, Bambang. 2015. “Nodul Polimetalik,
Perburuan Dasar Laut di Masa Depan”. Geomagz vol 5 no 1 hal 80-85. Badan
Geologi, ESDM.
Permana, H., McConachy, T.
Priadi, B., Parr, J., Hananto. N.D., Burhanuddin, S., Brodjonegoro, I.S., dan
Sultan. 2008. “Gunungapi dan Kegiatan Hidrotermal Bawah Laut di Perairan
Sulawesi Utara: Mineralisasi dan Implikasi Tektonik”.
Jurnal Geologi Kelautan Vol 6 No 2.
Troa RA, Sarmili L, Permana H, dan Triarso E. Gunung
Api Bawah Laut Kawio Barat, Perairan Sangihe, Sulawesi Utara: Aktivitas
Hidrotermal dan Mineralisasi. JURNAL GEOLOGI KELAUTAN; Volume 11, No. 1, April
2013