Populasi Elasmobranchii di Indonesia Kian Menurun
- Apryani Susanti
- 24 Oct 2021
Elasmbobranchii adalah
sekelompok ikan bertulang rawan yang terdiri dari spesies hiu dan pari. Indonesia
tercatat sebagai negara dengan produksi perikanan hiu dan pari terbesar dan
diyakini memiliki kekayaan jenis hiu dan pari tertinggi di dunia. Hal tersebut
menyebabkan terancamnya kelangsungan hidup dari spesies ikan pari serta
terganggunya habitat dan ekosistem yang disebabkan oleh banyaknya perburuan di
perairan Indonesia.
Menurut (Wijayanti et al., 2018) Indonesia salah satu negara yang memanfaatkan tangkapan ikan Elasmobranchii baik itu cucut (famili Carchahinidae) atau pari (famili Dasyitidae) dalam jumlah banyak, bahkan dapat dikatakan sebagai salah satu yang terbesar. Akan tetapi tindakan atas kelestarian dan konservasi bagi komoditi tersebut belum cukup baik. Pada tahun 2014, dikeluarkan Kepmen KP nomor 4/KEPMEN-KP/2014 tentang Penetapan Status Perlindungan Penuh Ikan Pari Manta. Tidak hanya dalam lingkup nasional, pengaturan pemanfaatan komoditas hiu dan pari ini secara internasional juga diatur yang salah satunya melalui Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) yang telah diratifikasi oleh Indonesia (Ilham, 2021).
Status konservasi ikan pari di alam
berdasarkan data IUCN (2015) dari 156 spesies ikan pari, 10 spesies kategori endengered,
3 spesies kategori critically endangered, 21 spesies termasuk near
threatened, 27 spesies vulnerable, 33 spesies least concern
dan yang paling banyak 62 spesies kategori data deficient. Status
konservasi ikan pari yang semakin terancam ini diduga akibat perburuan yang
berlebih serta perkembangan yang cukup sulit dan memakan waktu yang lama bagi
ikan pari tersebut. Faktor lain yang menyebabkan tingginya laju kematian Elasmobranchii
adalah tingkat kematian alami tinggi pada berbagai tingkat umur dan penurunan
kualitas perairan akibat pencemaran.
Sedangkan beberapa jenis hiu di
Indonesia masuk dalam daftar Appendix CITES dan Red List IUCN. Appendix
II CITES berisi tentang aturan pengelolaan spesies yang menuju ancaman
punah melalui aturan perdagangan yang ketat. Kelompok hiu martil, hiu koboi,
hiu gergaji, dan hiu paus tutul masuk dalam Appendix II CITES, namun
hanya hiu gergaji dan hiu paus tutul yang dilindungi secara hukum. Sedangkan Red
List IUCN merupakan data dari IUCN yang tentang status konservasi biota. Di
wilayah Indonesia, setidaknya ada 40 spesies hiu yang masuk dalam Red List IUCN,
yaitu satu jenis sangat terancam punah (critically endangered), 11 spesies
rawan punah (vulnerable), dan 28 hampir terancam (near threatened)
(Saraswati, 2016).
Diperkirakan lebih dari 75 jenis hiu
ditemukan di perairan Indonesia dan sebagian besar dari jenis tersebut
potensial untuk dimanfaatkan. Hampir seluruh bagian tubuh hiu dapat dijadikan
komoditi, dagingnya dapat dijadikan bahan pangan bergizi tinggi, siripnya untuk
ekspor dan kulitnya dapat diolah menjadi bahan industri kerajinan kulit
berkualitas tinggi serta minyak hiu sebagai bahan baku farmasi. Tanpa kecuali
gigi, empedu, isi perut, tulang, insang dan lainnya masih dapat diolah untuk
berbagai keperluan seperti bahan lem, ornamen, pakan ternak, bahan obat dan
lain-lain (Alaydrus et al., 2014).
Ironisnya penangkapan yang dilakukan
oleh nelayan cenderung tidak didasari oleh ketersediaan informasi dan data
ilmiah mengenai kondisi populasi Elasmobranchii. (Subrata et al.,
2017). Menurut (Setiati et al.,
2020) umumnya sebagian nelayan tidak memperdulikan jenis ikan pari atau hiu
yang mereka tangkap termasuk ukuran, serta aspek biologinya. Padahal kelas Elasmobranchii
memiliki karakter biologi yaitu fekunditas rendah, usia matang seksual lama,
dan pertumbuhan lambat sehingga menyebabkan kelompok spesies tersebut menuju
kepunahan apabila pemanfaatannya tidak dikelola dengan baik
Dalam menghadapi masalah ini
diperlukan suatu tindakan untuk menjaga kelestarian sumberdaya kelautan
terutama komoditi Elasmobranchii yang kerap diburu dan diperdagangkan. Upaya
Konservasi Hiu merupakan tujuan jangka panjang dari Simposium Hiu dan Pari
sekaligus cita-cita Indonesia dalam mewujudkan perlindungan populasi hiu pari dan
wilayah tempat tinggalnya. Salah satu upayanya melalui labelling, yaitu
tindakan pencegahan untuk mengawasi pergerakan hiu dan pari, posisi dan kondisi
hiu dan pari di laut lepas dapat diketahui. Selain itu, labelling
berfungsi untuk mencatat jenis dan jumlah hiu dan pari, serta melacak hiu dan
pari yang tertangkap oleh nelayan, pemanfaatannya setelah ditangkap untuk
memastikan proses pemanfaatan sesuai undang-undang (Saraswati, 2016). Dalam
upaya konservasi Elasmobranchii dibutuhkan kesadaran dan kerjasama dari seluruh
lapisan masyarakat Indonesia demi terjaganya keseimbangan ekosistem laut yang
baik.
REFERENSI:
Alaydrus, I.
S., N. Fitriana., dan Y. Jamu. 2014.
Jenis dan Status Konservasi Ikan Hiu yang Tertangkap
di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Labuan Bajo, Manggarai Barat, Flores. Jurnal Biologi 7(2).
Ilham, M. 2021. Identifikasi Jenis dan Status Konservasi Ikan Pari
yang Diperdagangkan Keluar Kota Sorong
pada Loka Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Sorong. Jurnal Riset Perikanan dan Kelautan 3(1): 290-302.
Saraswati, W.
K. 2016. Respon Pemerintah Indonesia Terkait Sekuritisasi WWF Melalui Kampanye Save Our Sharks. Journal of
International Relations 2(4): 68-77.
Setiati, N., N.
A. Lestari., Partaya., dan B. Priyono. 2020. Kajian Aspek Biologi dan Status Kepunahan Ikan Pari yang Diperdagangkan
di TPI Pantai Utara Jawa Tengah. Seminar Nasional
Pendidikan Biologi dan Saintek (SNPBS) ke-V.
Subrata, A., D.
Wulandari., dan Rizalinda. 2017. Inventarisasi Jenis Ikan Subkelas Elasmobranchii
di Teluk Nuri Kecamatan Pulau
Maya Kabupaten Kayong Utara. Jurnal Protobiont 6 (2): 45 – 49.
Wijayanti, F.,
M. P. Abrari., dan NartiFitriana. 2018. Keanekaragaman Spesies dan Status Konservasi Ikan Pari di Tempat
Pelelangan Ikan Muara Angke Jakarta Utara. Jurnal Biodjati 3 (1).