Follow us

Populasi Elasmobranchii di Indonesia Kian Menurun



            Elasmbobranchii adalah sekelompok ikan bertulang rawan yang terdiri dari spesies hiu dan pari. Indonesia tercatat sebagai negara dengan produksi perikanan hiu dan pari terbesar dan diyakini memiliki kekayaan jenis hiu dan pari tertinggi di dunia. Hal tersebut menyebabkan terancamnya kelangsungan hidup dari spesies ikan pari serta terganggunya habitat dan ekosistem yang disebabkan oleh banyaknya perburuan di perairan Indonesia.

            Menurut (Wijayanti et al., 2018) Indonesia salah satu negara yang memanfaatkan tangkapan ikan Elasmobranchii baik itu cucut (famili Carchahinidae) atau pari (famili Dasyitidae) dalam jumlah banyak, bahkan dapat dikatakan sebagai salah satu yang terbesar. Akan tetapi tindakan atas kelestarian dan konservasi bagi komoditi tersebut belum cukup baik. Pada tahun 2014, dikeluarkan Kepmen KP nomor 4/KEPMEN-KP/2014 tentang Penetapan Status Perlindungan Penuh Ikan Pari Manta. Tidak hanya dalam lingkup nasional, pengaturan pemanfaatan komoditas hiu dan pari ini secara internasional juga diatur yang salah satunya melalui Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) yang telah diratifikasi oleh Indonesia (Ilham, 2021).


            Status konservasi ikan pari di alam berdasarkan data IUCN (2015) dari 156 spesies ikan pari, 10 spesies kategori endengered, 3 spesies kategori critically endangered, 21 spesies termasuk near threatened, 27 spesies vulnerable, 33 spesies least concern dan yang paling banyak 62 spesies kategori data deficient. Status konservasi ikan pari yang semakin terancam ini diduga akibat perburuan yang berlebih serta perkembangan yang cukup sulit dan memakan waktu yang lama bagi ikan pari tersebut. Faktor lain yang menyebabkan tingginya laju kematian Elasmobranchii adalah tingkat kematian alami tinggi pada berbagai tingkat umur dan penurunan kualitas perairan akibat pencemaran.

            Sedangkan beberapa jenis hiu di Indonesia masuk dalam daftar Appendix CITES dan Red List IUCN. Appendix II CITES berisi tentang aturan pengelolaan spesies yang menuju ancaman punah melalui aturan perdagangan yang ketat. Kelompok hiu martil, hiu koboi, hiu gergaji, dan hiu paus tutul masuk dalam Appendix II CITES, namun hanya hiu gergaji dan hiu paus tutul yang dilindungi secara hukum. Sedangkan Red List IUCN merupakan data dari IUCN yang tentang status konservasi biota. Di wilayah Indonesia, setidaknya ada 40 spesies hiu yang masuk dalam Red List IUCN, yaitu satu jenis sangat terancam punah (critically endangered), 11 spesies rawan punah (vulnerable), dan 28 hampir terancam (near threatened) (Saraswati, 2016).

            Diperkirakan lebih dari 75 jenis hiu ditemukan di perairan Indonesia dan sebagian besar dari jenis tersebut potensial untuk dimanfaatkan. Hampir seluruh bagian tubuh hiu dapat dijadikan komoditi, dagingnya dapat dijadikan bahan pangan bergizi tinggi, siripnya untuk ekspor dan kulitnya dapat diolah menjadi bahan industri kerajinan kulit berkualitas tinggi serta minyak hiu sebagai bahan baku farmasi. Tanpa kecuali gigi, empedu, isi perut, tulang, insang dan lainnya masih dapat diolah untuk berbagai keperluan seperti bahan lem, ornamen, pakan ternak, bahan obat dan lain-lain (Alaydrus et al., 2014).

            Ironisnya penangkapan yang dilakukan oleh nelayan cenderung tidak didasari oleh ketersediaan informasi dan data ilmiah mengenai kondisi populasi Elasmobranchii.                           (Subrata et al., 2017).  Menurut (Setiati et al., 2020) umumnya sebagian nelayan tidak memperdulikan jenis ikan pari atau hiu yang mereka tangkap termasuk ukuran, serta aspek biologinya. Padahal kelas Elasmobranchii memiliki karakter biologi yaitu fekunditas rendah, usia matang seksual lama, dan pertumbuhan lambat sehingga menyebabkan kelompok spesies tersebut menuju kepunahan apabila pemanfaatannya tidak dikelola dengan baik

            Dalam menghadapi masalah ini diperlukan suatu tindakan untuk menjaga kelestarian sumberdaya kelautan terutama komoditi Elasmobranchii yang kerap diburu dan diperdagangkan. Upaya Konservasi Hiu merupakan tujuan jangka panjang dari Simposium Hiu dan Pari sekaligus cita-cita Indonesia dalam mewujudkan perlindungan populasi hiu pari dan wilayah tempat tinggalnya. Salah satu upayanya melalui labelling, yaitu tindakan pencegahan untuk mengawasi pergerakan hiu dan pari, posisi dan kondisi hiu dan pari di laut lepas dapat diketahui. Selain itu, labelling berfungsi untuk mencatat jenis dan jumlah hiu dan pari, serta melacak hiu dan pari yang tertangkap oleh nelayan, pemanfaatannya setelah ditangkap untuk memastikan proses pemanfaatan sesuai undang-undang (Saraswati, 2016). Dalam upaya konservasi Elasmobranchii dibutuhkan kesadaran dan kerjasama dari seluruh lapisan masyarakat Indonesia demi terjaganya keseimbangan ekosistem laut yang baik.

 

REFERENSI:          

Alaydrus, I. S., N. Fitriana., dan Y.  Jamu. 2014. Jenis dan Status Konservasi Ikan Hiu yang Tertangkap di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Labuan Bajo, Manggarai Barat, Flores. Jurnal     Biologi 7(2).

Ilham, M. 2021. Identifikasi Jenis dan Status Konservasi Ikan Pari yang Diperdagangkan Keluar Kota Sorong pada Loka Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Sorong. Jurnal Riset Perikanan dan Kelautan 3(1): 290-302.

Saraswati, W. K. 2016. Respon Pemerintah Indonesia Terkait Sekuritisasi WWF Melalui Kampanye Save Our Sharks. Journal of International Relations 2(4): 68-77.

Setiati, N., N. A. Lestari., Partaya., dan B. Priyono. 2020. Kajian Aspek Biologi dan Status Kepunahan Ikan Pari yang Diperdagangkan di TPI Pantai Utara Jawa Tengah. Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Saintek (SNPBS) ke-V.

Subrata, A., D. Wulandari., dan Rizalinda. 2017. Inventarisasi Jenis Ikan Subkelas Elasmobranchii di Teluk Nuri Kecamatan Pulau Maya Kabupaten Kayong Utara. Jurnal Protobiont 6 (2):      45 – 49.

Wijayanti, F., M. P. Abrari., dan NartiFitriana. 2018. Keanekaragaman Spesies dan Status Konservasi Ikan Pari di Tempat Pelelangan Ikan Muara Angke Jakarta Utara. Jurnal    Biodjati 3 (1).