Follow us

Peran Padang Lamun (Seagrass) yang Sering Terlupakan



Bagi orang awam, ekosistem pesisir hanya terdiri dari mangrove dan terumbu karang. Banyak yang belum begitu akrab dengan lamun. Ketenarannya seakan meredup sejalan dengan semakin berkembangnya program penanaman mangrove dan rehabilitasi terumbu karang. Banyak pula yang menyetarakan definisi rumput laut dengan lamun. Padahal lamun (seagrass) merupakan organisme yang berbeda dengan rumput laut (seaweeds). Bentuknya yang menyerupai rumput tidak bernilai. Sehingga seringkali orang enggan untuk mengetahui manfaat luar biasanya.


Mengenal Lamun

Lamun adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang tumbuh di lingkungan laut dangkal. Lamun membentuk hamparan, terdiri dari beberapa spesies yang disebut padang lamun. Di dunia ada 60 jenis lamun, terdiri dari 13 genus dan 5 famili. Indonesia memiliki 14 jenis lamun. Produktivitas padang lamun di laut tropis berkisar 1.300 gram hingga 3000 gram berat kering/m2/tahun.

 

Lamun mempunyai perbedaan dengan tumbuhan yang hidup terbenam dibawah air laut lainnya. Lamun memiliki perbedaan jika dibandingkan dengan makroalgae atau rumput laut (seaweeds). Lamun memiliki sistem perakaran, daun dan sistem transportasi untuk gas serta nutrien. Adapula stomata yang fungsinya sebagai tempat pertukaran gas. Lamun mudah dijumpai pada daerah pasang surut dan perairan pantai yang dasarnya pasir. Begitu pula pada lumpur, patahan karang mati dan kerikil dengan kedalaman mencapai empat meter. Beberapa spesies lamun yang tumbuh dengan vegetasi tunggal diantaranya ialah Thalassia hemprichii, Halophila ovalis, Enhalus acoroides, Cymodocea serrulata dan Halodule uninervis.

  

Banyak Orang yang Tidak Mengetahui Fungsinya

Dari segi ekologis, lamun berperan sebagai penyangga berbagai spesies seperti hewan dari golongan invertebrata, ikan dan juga burung. Ia juga menjadi sumber makanan bagi biota laut seperti penyu hijau dan dugong. Di sisi lain, lamun memiliki fungsi esensial sebagai organisme primer yang melakukan proses fotosintesis.

 

Seperti halnya tanaman di darat yang melakukan fotosintesis. Lamun memerlukan karbondioksida (CO2) dan mampu berperan sebagai blue carbon karena menyimpannya dalam bentuk biomassa. Sehingga keberadaan lamun inilah menjadi sumber pengharapan dalam upaya mitigasi iklim. Berdasarkan penelitian dari Rustam (2014), besaran karbon total lamun di Tanjung Lesung sebesar 132,18 gC/m2 setara 484,64 gCO2/m2. Total karbon ini terhitung 3,5 kali lipat dari biomassa.

 

Sayangnya, Kerusakan Lamun Terus Meningkat

Lamun diatur dalam Keputusan Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. 200 Tahun 2004. Kondisi padang lamun dibagi menjadi tiga kategori, yaitu sehat, kurang sehat dan miskin. Padang lamun dapat dikatakan sehat jika total tutupan lamun > 60%, kurang sehat bilai 30-59,9% dan miskin berkisar antara 0-29,9%.

 

Saat ini keberadaan lamun semakin terancam. Laju kerusakan lamun meningkat akibat pembangunan, gesekan dengan perahu nelayan dan bertambahnya jumlah penduduk yang berdomisili di wilayah pesisir. Degradasi ekosistem lamun dapat mengakibatkan berkurangnya tutupan pada terumbu karang. Implikasinya ialah mengancam ekosistem terumbu karang. Lamun berperan sebagai filter atau penyaring sedimen ekosistem terumbu karang. Selain itu, transfer nutrisi pun bisa terganggu. Oleh karena itu, lamun menjadi salah satu indikator penting kualitas kesehatan perairan.

 

Dampak dari degradasi lamun memicu pada menurunnya biodiversitas biota laut. Mengingat bahwa lamun berfungsi sebagai habitat dari berbagai spesies organisme laut. Upaya rehabilitasi menjadi salah satu cara yang perlu diperhatikan. Misalnya kegiatan transplantasi lamun pada habitat yang telah rusak. Serta melakukan penanaman lamun buatan untuk menjaga produktivitas perairan.

 

Referensi:

Rustam, A., T. L. Kepel, R. N.Afiati, H. L. Salim, M. Astrid, A. Daulat, P. Mangindaan, N. Sudirman, Y. Puspitaningsih, D. Dwiyanti dan A. Hutahaean. 2014. Peran Lamun sebagai Blue Carbon dalam Mitigasi Perubahan Iklim, Studi Kasus Tanjung Lesung, Banten.

Syukur, A.,Y. Wardiatno, I. Muchsin dan M. M. Kamal. 2017. Kerusakan lamun (seagrass) dan rumusan konservasinya di Tanjung Luar Lombok Timur. Jurnal Biologi Tropis. 17 (2): 69-80.