Pandangan Pakar Konservasi Hiu Pada Penggunaan Minyak Hati Ikan Hiu Sebagai Komposisi Vaksin Covid-19
- Ivo Ryzky Ananda
- 25 Aug 2021
Shark and Ray Officier WCS Indonesia Ibu Benaya M. Simean dalam kesempatanya mengisi materi pada Webinar OCEAN TALKS 9.0 : 2021 SERIES “Minyak hati Ikan Hiu Sebagai Komposisi Vaksin COVID-19, Potensi atau Ancaman?” megatakan bahwa menurut terminology FAO, semua ikan bertulang rawan adalah hiu. Perikanan hiu di Indonesia saat ini, Indonesia menjadi penangkap hiu dan pari terbesar di dunia sejak tahun 90an hingga sekarang dan rata-rata produksi perikana hiu pertahun adalah 100rb ton per tahun. Indonesia juga pengekspor sirip hiu terbesar ketiga di dunia. Ancaman bagi hiu adalah tekanan penangkapan atau eksploitasi dan kemampuan populasi hiu untuk bertahan hidup. Menurut para peneliti, bahwa 33% hiu diseluruh dunia sudah terancam, dan penangkapan hiu di Indonesia untuk konsumsi lokal nya sangat tinggi, seperti daging hiu di sate, kulit hiu untuk accecories dan bahan fashion , minyak hati,dan tulang rawan hiu untuk dijadikan obat. Squalene atau minyak hati berasal dari hati hiu yang memiliki kandungan minyak yang tinggi, dimana organ hati ikan hiu digunakan hiu untuk mengatur buoyancy karena hiu tidak memiliki gelembung renang seperti ikan bertulang keras. Organ hati pada ikan hiu bisa mencapai 25% dari bobot total tubuh untuk hiu laut dalam tetapi tidak semua ikan hiu minyaknya memiliki squalen yang digunakan untuk bahan farmasi.
Selanjutnya,
tidak semua ikan hiu memproduksi squalene, hanya ikan hiu laut dalam saja yang
mampu memproduksi squalene atau minyak hati. Dari total jenis 1300 jenis ikan
hiu laut disunia, hanya 10% jenis hiu laut dalam atau Deepsea shark yang bisa
memproduksi minyak hati untuk bahan farmasi. Beliau menambahkan, Squalen
sendiri adalah cara alami yang sering digunakan sebagai bahan campuran untuk
pelembab atau suplemen antioksidan. Sehingga, masih banyak produk-produk
kosmetik yang beredaran mengandung bahan yang yang terbuat dari squalen itu
sendiri. Squalen pada dasarnya ada di hati hiu laut dalam khususnya
centrophoride sebagai bentuk adaptasi terhadap kondisi ekstrim di laut dalam.
Namun kualitas kandungan squalene pada masing-masing family di hiu laut dalam
berbeda satu sama lain.Semakin dalam habitat hiu maka kualitas squalenenya akan
semakin tinggi. Kerentanan biologis hiu laut dalam adalah ketika bisa
memproduksi keturunan adalah ketika hiu sudah berumur 27 tahun dan jumlah
anakan hiu ini beragam tergantung jenis, rata -rata adalah 3 sampai 4 ekor
anakan per indukan. Hiu merupakan invertebrata memiliki waktu kehamilan yang
paling lama, sekitar 24 bulan.
Menurut Ibu Benaya, penggunaan vaksin dengan squalene masih simpang siur, dan kalaupun digunakan misalnya untuk vaksin influenza atau untuk obat-obatan dan vitamin, tentunya dilakukan secara masif karena akan memberikan resiko tinggi terhadap populasi hiu laut dalam mengingat kondisinya yang sangat rentan. Riset mengenai hiu laut dalam ini juga terbatas dan beberapa jenis diduga telah mengalami penurunan populasi secara signifikan penyebabnya adalah hiu ini terus diburu untuk diambil minyak hatinya. Untuk itu, perlunya riset yang lebih dalam mengenai hiu laut dalam untuk pengelolaannya di Indonesia. Pengelolaan perikanan untuk jenis hiu lain yang terus terancam perlu dioptimalkan baik dalam masa pandemi ataupun tidak.