Otomatisasi di Sektor Kelautan: Ancaman atau Peluang ?
- Pratondo Ario Seno Sudiro
- 05 Jan 2022
Dalam menulis artikel
ini, penulis mendapatkan inspirasi dari suatu kegiatan bernama KAPITAS (Kajian
Aktual Seputar Isu Penting dan Strategis Terkini) yang diselenggarakan oleh
Himpunan Mahasiswa Sistem Perkapalan Universitas Hasanuddin pada hari Sabtu tanggal
1 Januari 2022 pukul 14:00 WITA-selesai. Kajian ini mengangkat tema ‘Pelaut
Terancam! Kapal Bertenaga Listrik Menjadi Ancaman?’ dengan pembicara Ir.
Rahimuddin, S.T., M.T., Ph.D. yang merupakan Dosen Sistem Perkapalan
Universitas Hasanuddin. Beliau menyampaikan bahwa memasuki tahun 2022 ini
perkembangan Marine Autonomous Surface Ship (MASS) atau Kapal Permukaan Tanpa
Awak merupakan suatu keniscayaan. Perkembangan ini sudah dipelopori oleh negara
maju semisal Inggris dan bukan tidak mungkin akan sampai di Indonesia. Di sisi
lain keberadaan Kapal Permukaan Tanpa Awak dipandang akan menggantikan peranan
tenaga manusia di atas kapal. Pertanyaannya apakah benar demikian? Apakah hal
itu merupakan suatu ancaman.
Gambar 1. Ir.
Rahimuddin, S.T., M.T., Ph.D. Saat Menyampaikan Materi
Pertama-tama perlu
diketahui apa yang dimaksud dengan Otomatisasi. Menurut KBBI, Otomatisasi
adalah penggantian tenaga manusia dengan tenaga mesin yang secara otomatis
melakukan dan mengatur pekerjaan sehingga tidak memerlukan lagi pengawasan
manusia (dalam industri dan sebagainya). Maknanya di sini adalah adanya Tenaga
Manusia yang diganti dengan Tenaga Mesin, sehingga keberadaan Tenaga Mesin
sudah dapat dimaknai sebagai Otomatisasi. Bahkan apabila dicermati secara lebih
mendalam, kondisi di mana Tenaga Manusia tidak lagi diperlukan sudah dapat
dikategorikan sebagai Otomatisasi. Hal ini berarti Otomatisasi di sektor
Kelautan sesungguhnya sudah dimulai dengan penggunaan Layar sebagai Alat Gerak
Kapal. Ketika pertama kapal diciptakan, Dayung merupakan satu-satunya alat
gerak kapal dengan memanfaatkan Tenaga Manusia. Sebesar apapun kapalnya, tentu
yang ada pada masa itu, digerakkan oleh Tenaga Manusia dengan jumlah pendayung
berbanding lurus dengan ukuran kapal. Namun sejak ditemukannya Layar dan
digunakan secara luas, Dayung tidak lagi menjadi Alat Gerak Kapal. Hal ini
dikarnakan dengan adanya Layar, kapal dapat bergerak sendiri dengan
memanfaatkan Tenaga Angin. Maka bisa dikatakan bahwa Layar merupakan bentuk
Otomatisasi pertama di sektor Kelautan. Kemunculan Layar ini juga dapat
dikatakan sebagai suatu keniscayaan, sebab seiring berkembangnya pelayaran,
perdagangan, hingga peperangan, ukuran kapal semakin meningkat sehingga tidak
efisien bahkan tidak mungkin lagi digerakkan dengan Tenaga Manusia.
Gambar 2. Trireme, Salah Satu Kapal Bertenaga Manusia Terbesar
Ketika kemudian Layar
digantikan oleh Mesin Uap hingga Mesin Diesel seperti saat ini, Otomatisasi
semakin menjadi suatu keniscayaan, sesuai dengan perkembangan zaman. Selain
Alat Gerak, Alat Navigasi juga merupakan bentuk Otomatisasi di sektor Kelautan
yang lain. Dahulu Navigasi dilakukan oleh beberapa orang Awak Kapal dengan
berbekal Peta, Teropong, Sekstan, dan Mistar. Komunikasi dilakukan dengan
mengibarkan Semaphore. Namun hal ini akan menjadi masalah besar pada cuaca
buruk karena kabut sedikit saja dapat mengganggu jarak pandang. Untuk itu
dikembangkan Alat Navigasi berbasis elektronik yaitu Radar dan Sonar, serta
Alat Komunikasi yang juga berbasis elektronik yaitu Telegraf. Perkembangan ini,
sebagaimana perkembangan Alat Gerak Kapal, juga merupakan suatu keniscayaan
mengingat semakin berkembang dan kompleksnya dunia pelayaran. Maka Otomatisasi
yang berkembang saat inipun juga merupakan suatu keniscayaan yang tidak perlu
ditakuti alih-alih dianggap sebagai ancaman. Apabila keberadaan wahana tanpa
awak dipandang akan menggantikan peran manusia, justru semakin kompleksnya
dunia pelayaran semakin berkembang pula sektor-sektor vital yang sangat sulit
bahkan tak mungkin dijamah manusia. Contoh nyatanya saat pencarian bangkai
Kapal Selam KRI Nanggala 402, akan sangat berisiko mengirim manusia ke
kedalaman laut lebih dari 80 m, sehingga digunakan Unmanned Underwater Vehicle
atau Wahana Bawah Air Tanpa Awak untuk membantu pencarian.
Gambar 3. Ilustrasi
Skema Kerja Wahana Bawah Air Tanpa Awak
Sumber: https://www.allaboutcircuits.com/news/autonomous-underwater-vehicles-open-innovation
Beberapa ilustrasi di
atas menunjukkan bahwa Otomatisasi khususnya di sektor Kelautan bukanlah suatu
ancaman, bahkan suatu keniscayaan yang justru sangat dibutuhkan manusia. Lalu
perlu dipahami pula bahwa Otomatisasi takkan dapat berkembang tanpa campur
tangan manusia. Unmanned Underwater Vehicle ini misalnya, meskipun tidak
diperlukan awak manusia, tetap saja keberadaannya merupakan buah karya manusia,
dan manusia pula yang memungkinkannya dapat bergerak secara otomatis. Sehingga
yang perlu dicermati bukanlah lapangan kerja yang menghilang, namun lapangan
kerja yang bertambah kompleks seiring perkembangan zaman sehingga memerlukan
peningkatan kemampuan dan keterampilan bagi tenaga kerja. Hal ini tentu telah
dipahami oleh negara-negara maju salah satunya Amerika Serikat. Seorang
pensiunan perwira US Navy, Kolonel (purn) George Galdorisi menyatakan
Kecerdasan Buatan atau Otomatisasi sebagai “melengkapi pekerjaan manusia lebih
tepat daripada menggantikannya”. Artinya Otomatisasi menjadi suatu kebutuhan
baru manusia, bukan ancaman. Roland Permana, Founder & CEO Zonasea pada
Webinar yang diadakan oleh Himpunan Mahasiswa Teknik Transportasi Laut Institut
Teknologi Sepuluh November pada tanggal 31 Juli 2021 menyatakan bahwa sektor
Kelautan akan mengalami Digitalisasi paling dominan pada bidang Operasional.
Salah satu Lapangan Pekerjaan yang berkembang dengan adanya digitalisasi
tersebut adalah Analis. Digitalisasi memungkinkan dikembangkannya
program-program yang berfungsi sebagai analisator yang tentu akan mempermudah
pekerjaan manusia di bidang analisis data. Namun tetap saja peranan manusia
dibutuhkan sebagai interpreter dan pengambil keputusan.
Gambar 4. Roland Permana Saat Menyampaikan Materi
Achmad Abdul Lathif dan Suhirwan dalam sebuah jurnal berjudul ‘Rekonstruksi Penguatan Bakamla dalam Pembangunan Keamanan Laut Nasional’ yang terbit pada bulan Oktober tahun 2021 menyatakan bahwa “…walaupun sebuah pelanggaran sudah terdeteksi baik melalui sistem deteksi dini AIS, radar, patau maupun intelijen namun tidak tersedianya unsur yang dapat menindak karena unsur yang stand by di lokasi terbatas atau bahkan tidak ada. Maka dapat terbaca disini perlu adanya penambahan baik personil maupun unsur Bakamla…”. Pernyataan ini menunjukkan bahwa keberadaan personil (manusia) tetap dibutuhkan dalam sektor Kelautan, dalam hal ini Keamanan Laut sekalipun sudah ada sistem deteksi dini berbasis Otomatisasi (AIS).
Kesimpulannya adalah
bahwa Otomatisasi adalah suatu keniscayaan yang terjadi seiring perkembangan
zaman. Namun Otomatisasi bukanlah ancaman, melainkan pelengkap pekerjaan
manusia. Di samping itu, kehadiran manusia tetap dibutuhkan terutama sebagai
perancang fitur-fitur digital yang berfungsi memecahkan persoalan yang semakin
kompleks dan berada di luar kemampuan manusia. Selain itu kehadiran manusia
berfungsi sebagai interpreter dan pengambil keputusan berdasarkan hasil
analisis secara digital. Oleh karena itu, sesungguhnya tidak ada pengurangan
Lapangan Kerja akibat Otomatisasi, melainkan hanya bertambah kompleks seiring
perkembangan zaman sehingga memerlukan peningkatan kemampuan dan keterampilan
bagi tenaga kerja.