Follow us

Lanjutkan Reklamasi Teluk Benoa, Bali atau Batalkan?!



Kenapa Reklamasi Teluk Benoa menjadi masalah ?
Sebelum kearah sana, perlu diketahui bahwa Teluk Benoa merupakan salah satu kawasan yang berada di Provinsi Bali (Gambar 1) dan menjadi salah satu kawasan konservasi perairan sebagaimana yang disebutkan dalam Perpres no 45 Tahun 2011


Gambar 1. Teluk Benoa, Bali

Apa isi dari Perpres no 51 Tahun 2014 ? 

  Tepatnya di tahun 2014 pada akhir masa kepemimpinan Presiden ke-6 RI, Jend (Purn) Susilo Bambang Yudhono, beliau merestui kegiatan reklamasi Teluk Benoa, Bali yang tercermin dari penerbitan Peraturan Presiden No.51 Tahun 2014, meskipun pada saat itu gelombang penolakan yang semakin meluas dari masyarakat Pulau Dewata. Dengan dikeluarkannya perpres 51/2014 maka terjadi perubahan atas peraturan presiden nomor 45 tahun 2011 tentang rencana tata ruang kawasan perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan

Kenapa Perpres No 51 Tahun 2014 menjadi masalah, banyak dukungan penolakan akan kebijakan ini ?


Gambar 2. Gelombang penolakan masyarakat terkait reklamasi Teluk Benoa

    Penerbitan Perpres No 51 tahun 2014 ini intinya adalah menghapuskan pasal-pasal yang menyatakan bahwa kawasan Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi perairan sebagaimana yang disebutkan di dalam pasal 55 ayat (5) Perpres No 45 tahun 2011 dan mengubahnya menjadi kawasan budidaya-zona penyangga yang dapat dilakukan reklamasi seluas 700 hektar. Penerbitan Perpres No 51 tahun 2014 telah menjadi salah satu penyebab meningkatnya ancaman kerusakan lingkungan hidup di Bali.

    Tidak hanya itu, rencana reklamasi di kawasan perairan Teluk Benoa mendapat penolakan dari seluruh lapisan masyarakat Bali baik oleh Desa Adat, Banjar, Kepala Lingkungan, Kepala Dusun, STT (Sekaa Truna–Truni – organisasi pemuda banjar adat), pemuda, mahasiswa, seniman, musisi dan individu-individu.

Tanggapan Parah Ahli tentang Reklamasi Teluk Benoa ?   

    “Saat ini kondisi lingkungan di Teluk Benoa sudah rusak, tidak produktif, dan menjadi tempat pembuangan sampah. Karenanya, layak direvitalisasi dengan berbasis reklamasi”, disampaikan oleh Aktivis lingkungan Bali, I Made Mangku

    Kondisi tersebut ditengarai akibat adanya jalan tol, perluasan pelabuhan Benoa, dan penyumbatan di daerah hilir DAS (daerah aliran sungai) sekitar Teluk Benoa yang mengakibatkan proses sedimentasi yang sangat tinggi. Selain itu, rembesan minyak dan oli dari kapal di pelabuhan Benoa yang terjadi setiap saat tanpa ada yang mengawasi mempengaruhi dari kualitas perairan di Teluk Benoa.

    Menurut I Made Mangku menjelaskan bahwa Teluk Benoa sudah terjadi pendangkalan yang amat sangat, dan sedimentasi sudah hampir menyentuh pesisir mangrove. Endapan lumpur rata-rata mencapai 16 meter. Terjadi pula luberan sampah di mana-mana akibat sumbatan DAS. Dengan kondisi seperti di atas, otomatis tidak ada biota laut, seperti ikan, kerang, udang dan lainnya yang bisa ditangkap nelayan di teluk saat laut surut.

    Dengan kondisi lingkungan seperti itu, menjadi salah satu faktor mengapa Pemprov Bali merekomendasikan agar pemerintah pusat mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 51/2014 yang membolehkan dilakukan revitalisasi di Teluk Benoa. Apalagi, studi kelayakan bersama yang dilakukan IPB, ITB, UGM, ITS dan UNHAS juga merekomendasikan agar kawasan itu direvitalisasi.

    Ditemui dilain waktu, Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Susi Pudjiastuti mengadakan pertemuan dengan masyarakat yang menolak kegiatan reklamasi di Teluk Benoa, menyatakan akan mengakamodir aspirasi dari masyarakat. Dilanjutkan juga oleh orang nomer 1 di Kementerian Kelautan dan Perikanan tersebut, beliau mewanti-wanti kepada mereka yang hadir dan menolak reklamasi, bila seandainya dibuat daerah konservasi warga semua memberikan bantuan menjaga lingkungan. Jangan malah merusak.