Kemampuan Laut Dalam Menyediakan Pangan
- Jumiati Ningsih
- 23 Mar 2021
“Kulihat ibu pertiwi, sedang bersusah hati…”
Potongan lirik lagu berjudul Ibu
Pertiwi itu dirasa tepat untuk menggambarkan kondisi Indonesia sekarang ini. Pandemi
Covid 19 melumpuhkan sektor-sektor yang menyokong kehidupan masyarakat, seperti
sosial,ekonomi dan lainnya. Situasi perlahan mulai membaik ditengah kondisi
yang tidak ada kepastian, masyarakat sudah mulai beraktivitas seperti biasa. Ketahanan
pangan dari waktu ke waktu semakin menjadi persoalan yang kompleks namun belum bisadiatasi
oleh pemerintahan Indonesia.
Ketahanan Pangan
Dalam Undang-Undang No. 18 Tahun
2012 Tentang Pangan. Disebutkan dalam Undang-Undang tersebut bahwa Ketahanan Pangan adalah"kondisi
terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari
tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam,
bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama,
keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif
secara berkelanjutan".
Pengertian mengenai ketahanan pangan
tersebut mencakup aspek makro yaitu tersedianya pangan yang cukup, sekaligus
aspek mikro yaitu terpenuhinya kebutuhan pangan setiap rumah tangga untuk
menjalani hidup yang sehat dan aktif.
Pada tingkat nasional, ketahanan
pangan diartikan sebagai kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh
penduduknya memperoleh pangan yang cukup, mutu yang layak, aman dan didasarkan
pada optimalisasi pemanfaatan yang berbasis pada keragaman sumber daya lokal
Ada 3 pilar yang harus terpenuhi
untuk mewujudkan ketahanan pangan. Ketiga pilar itu yakni ketersediaan,
keterjangkauan, dan pemanfaatan. Tersedianya sumber-sumber pangan yang bisa
dikonsumsi masyarakat. Bisa dijangkau oleh setiap lapisan masyarakat terutama
lapisan menengah ke bawah. Selanjutnya, bagaimana sumber pangan yang tersedia
tersebut bisa dimanfaatkan untuk menciptakan ketahanan pangan. Ketahanan pangan
tidak sebatas terpenuhinya kebutuhan masyarakat dalam jangka waktu tertentu,
tapi secara berkelanjutan.
Perikanan menjadi sumber ketahanan
pangan
Persoalan dan tantangan pangan
semakin hari semakin kompleks, senantiasa berubah dari waktu ke waktu dan
dipengaruhi oleh hal-hal yang sifatnya spesifik lokal maupun global. Perubahan
serta perbedaan seperti kondisi aktual masyarakat, dinamika kependudukan,
perkembangan iptek, revolusi informasi, telekomunikasi, transportasi,
demokratisasi, desentralisasi, dan
tentunya globalisasi, kita ketahui merupakan determinan pangan yang
harus selalu kita kaji sebagai landasan untuk melakukan antisipasi nasional.
Besaran konsumsi beras di tahun 2019 mencapai 94,9 kilogram (kg) per kapita per
tahun. Ubi kayu jumlahnya 8,6 kg per kapita per tahun dan sumber karbohidrat
lainnya yang angkanya di bawah itu (kompas.com).
Ketahanan
pangan tidak dibangun dari satu sektor saja, seperti pertanian. Karena
masyarakat Indonesia masih menjadikan beras atau makanan berkarbohidrat tinggi
lainnya sebagai makanan pokok sejauh ini pembangunan ketahanan pangan masih
berkutat pada sektor pertanian. Sementara Indonesia adalah negara maritim dan
agraris, luas wilayah laut kita mencapai 2/3 wilayah Indonesia.
Sebagian
besar produksi perikanan diserap di dalam negeri dalam rangka mendukung
ketersediaan pangan, selebihnya terutama
untuk jenis-jenis ikan ekonomis tinggi seperti kelompok tuna dan udang,
diekspor ke luar negeri. Hal tersebut mengindikasikan belum ada kemampuan untuk mengelola hasil laut di negeri sendiri
dan rendahnya nilai gizi ikan yang dikonsumsi oleh masyarakat.
Laut
di Indonesia sudah lama menerima beban yang terlalu berat. Sebagai negara
kepulauan yang memiliki jalur strategis perdagangan dunia, laut menjadi tumpuan
jalur pelayaran kapal-kapal niaga. Selain sebagai jalur perdagangan, ada banyak
pihak yang berkepentingan terhadap sumber daya non-hayati, seperti mineral
bawah laut, dan berusaha mengeksploitasinya. Di sisi lain, banyak industri yang
memanfaatkan laut sebagai tempat pembuangan limbah. Padatnya kepentingan
terhadap laut dari berbagai sektor menyebabkan daya dukung laut kian hari kian
menurun. Hal tersebut mengancam kemampuan laut dalam menyediakan pangan.
Hasil kajian Kementerian Kelautan
dan Perikanan yang tertuang dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan
Nomor 47/KEPMEN-KP/2016 menyebutkan bahwa estimasi potensinya sebesar 9,9 juta
ton per tahun. Meskipun terjadi peningkatan potensi perikanan tangkap,
tantangan penyediaan ikan masih menjadi kendala besar.
Salah satu kendalanya adalah masalah
kelembagaan. Kelembagaan adalah merumuskan aturan main yang benar dan
mengefektifkan fungsi-fungsi lembaga guna mendukung ketahanan pangan.
Kelembagaan itu meliputi Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian
Pertanian, Kementerian Perhubungan, Badan Urusan Logistik, Badan Pengawasan
Obat dan Makanan, Badan Standardisasi Nasional, serta badan usaha milik negara,
seperti PT Perinus, PT Perindo, PT Garam, Pelni, ASDP, PT Garuda Indonesia, PT
Angkasa Pura, dan PT Pelindo, juga swasta.
Penataan kelembagaan tersebut akan menentukan bagaimana ketahanan pangan dari laut dapat dibangun. Artinya, kebijakan ketahanan pangan tidak dapat hanya bersandar pada satu lembaga, tapi juga perlu koordinasi dan integrasi semua lembaga terkait.