Follow us

Kemampuan Laut Dalam Menyediakan Pangan



 “Kulihat ibu pertiwi, sedang bersusah hati…”

            Potongan lirik lagu berjudul Ibu Pertiwi itu dirasa tepat untuk menggambarkan kondisi Indonesia sekarang ini. Pandemi Covid 19 melumpuhkan sektor-sektor yang menyokong kehidupan masyarakat, seperti sosial,ekonomi dan lainnya. Situasi perlahan mulai membaik ditengah kondisi yang tidak ada kepastian, masyarakat sudah mulai beraktivitas seperti biasa. Ketahanan pangan dari waktu ke waktu semakin menjadi persoalan yang kompleks namun belum bisadiatasi oleh pemerintahan Indonesia.

Ketahanan Pangan

            Dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 Tentang Pangan. Disebutkan dalam Undang-Undang  tersebut bahwa Ketahanan Pangan adalah"kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan".

            Pengertian mengenai ketahanan pangan tersebut mencakup aspek makro yaitu tersedianya pangan yang cukup, sekaligus aspek mikro yaitu terpenuhinya kebutuhan pangan setiap rumah tangga untuk menjalani hidup yang sehat dan aktif.

            Pada tingkat nasional, ketahanan pangan diartikan sebagai kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan yang cukup, mutu yang layak, aman dan didasarkan pada optimalisasi pemanfaatan yang berbasis pada keragaman sumber daya lokal

            Ada 3 pilar yang harus terpenuhi untuk mewujudkan ketahanan pangan. Ketiga pilar itu yakni ketersediaan, keterjangkauan, dan pemanfaatan. Tersedianya sumber-sumber pangan yang bisa dikonsumsi masyarakat. Bisa dijangkau oleh setiap lapisan masyarakat terutama lapisan menengah ke bawah. Selanjutnya, bagaimana sumber pangan yang tersedia tersebut bisa dimanfaatkan untuk menciptakan ketahanan pangan. Ketahanan pangan tidak sebatas terpenuhinya kebutuhan masyarakat dalam jangka waktu tertentu, tapi secara berkelanjutan.

Perikanan menjadi sumber ketahanan pangan

            Persoalan dan tantangan pangan semakin hari semakin kompleks, senantiasa berubah dari waktu ke waktu dan dipengaruhi oleh hal-hal yang sifatnya spesifik lokal maupun global. Perubahan serta perbedaan seperti kondisi aktual masyarakat, dinamika kependudukan, perkembangan iptek, revolusi informasi, telekomunikasi, transportasi, demokratisasi, desentralisasi, dan  tentunya globalisasi, kita ketahui merupakan determinan pangan yang harus selalu kita kaji sebagai landasan untuk melakukan antisipasi nasional.

            Besaran konsumsi beras di tahun 2019  mencapai 94,9 kilogram (kg) per kapita per tahun. Ubi kayu jumlahnya 8,6 kg per kapita per tahun dan sumber karbohidrat lainnya yang angkanya di bawah itu (kompas.com).

            Ketahanan pangan tidak dibangun dari satu sektor saja, seperti pertanian. Karena masyarakat Indonesia masih menjadikan beras atau makanan berkarbohidrat tinggi lainnya sebagai makanan pokok sejauh ini pembangunan ketahanan pangan masih berkutat pada sektor pertanian. Sementara Indonesia adalah negara maritim dan agraris, luas wilayah laut kita mencapai 2/3 wilayah Indonesia.

            Sebagian besar produksi perikanan diserap di dalam negeri dalam rangka mendukung ketersediaan  pangan, selebihnya terutama untuk jenis-jenis ikan ekonomis tinggi seperti kelompok tuna dan udang, diekspor ke luar negeri. Hal tersebut mengindikasikan belum ada kemampuan  untuk mengelola hasil laut di negeri sendiri dan rendahnya nilai gizi ikan yang dikonsumsi oleh masyarakat.

            Laut di Indonesia sudah lama menerima beban yang terlalu berat. Sebagai negara kepulauan yang memiliki jalur strategis perdagangan dunia, laut menjadi tumpuan jalur pelayaran kapal-kapal niaga. Selain sebagai jalur perdagangan, ada banyak pihak yang berkepentingan terhadap sumber daya non-hayati, seperti mineral bawah laut, dan berusaha mengeksploitasinya. Di sisi lain, banyak industri yang memanfaatkan laut sebagai tempat pembuangan limbah. Padatnya kepentingan terhadap laut dari berbagai sektor menyebabkan daya dukung laut kian hari kian menurun. Hal tersebut mengancam kemampuan laut dalam menyediakan pangan.           

            Hasil kajian Kementerian Kelautan dan Perikanan yang tertuang dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 47/KEPMEN-KP/2016 menyebutkan bahwa estimasi potensinya sebesar 9,9 juta ton per tahun. Meskipun terjadi peningkatan potensi perikanan tangkap, tantangan penyediaan ikan masih menjadi kendala besar.

            Salah satu kendalanya adalah masalah kelembagaan. Kelembagaan adalah merumuskan aturan main yang benar dan mengefektifkan fungsi-fungsi lembaga guna mendukung ketahanan pangan. Kelembagaan itu meliputi Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pertanian, Kementerian Perhubungan, Badan Urusan Logistik, Badan Pengawasan Obat dan Makanan, Badan Standardisasi Nasional, serta badan usaha milik negara, seperti PT Perinus, PT Perindo, PT Garam, Pelni, ASDP, PT Garuda Indonesia, PT Angkasa Pura, dan PT Pelindo, juga swasta.

            Penataan kelembagaan tersebut akan menentukan bagaimana ketahanan pangan dari laut dapat dibangun. Artinya, kebijakan ketahanan pangan tidak dapat hanya bersandar pada satu lembaga, tapi juga perlu koordinasi dan integrasi semua lembaga terkait.