Follow us

Inkonsistensi Peningkatan Keamanan Kelautan Di Indonesia



             Indonesia merupakan negara kepulauan karena wilayahnya terdiri dari pulau-pulau. Jumlah pulau yang dimiliki Indonesia sekitar 17,500 pulau. Pulau-pulau tersebut dihubungkan oleh laut dan selat sehingga menjadi wilayah yang dikenal juga dengan nama Nusantara. Setiap wilayahnya bahkan memiliki keanekaragaman yang berbeda-beda. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan dengan luas perairan terbesar didunia. Oleh karena itu Indonesia memerlukan suatu perangkat yang dapat menjaga keamanan dan menegakkan hukum dilaut. TNI AL adalah salah satu unsur Angkatan perang Republik Indonesia. TNI AL bertugas menjaga dan mengamankan wilayah laut Indonesia, mengabadikan dirinya sebagai pelaut untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan dan tidak absen dalam perjuangan membentuk dan mempertahankan negara Indonesia.

            TNI AL dilahirkan dalam kancah perjuangan bangsa berasal dari rakyat dan menghambakan dirinya untuk rakyat, dibesarkan, dibentuk oleh situasi dan kondisi yang serba rumit, membentuk identitasnya sesuai kehendak merupakan pencerminan suatu konstelasi masyarakat dari zaman ke zaman. Oleh karena itu TNI Angkatan Laut Republik Indonesia selalu memiliki semangat juang yang tinggi dalam mempertahankan Negara Republik Indonesia.

            TNI AL dalam perjuangan Irian Barat memiliki peran yang sangat penting khususnya pada tahun 1962 di mana pada saat itu Belanda mulai menyerang Indonesia melalui jalur laut karena pada  persetujuan Konferensi Meja Bundar nyatanya tidak menyelesaikan sengketa antara Indonesia dan Belanda, maka terjadilah masalah pengakuan atas status wilayah Irian Barat. Meninjau dari masalah sebelumnya sesungguhnya perdebatan tentang Irian Barat telah muncul jauh sebelum pengakuan kedaulatan. Perjuangan pembebasan Irian Barat pada tanggal 17 Agustus 1960 di pertegas kembali oleh pemerintahan Indonesia yang membutuhkan hubungan diplomatiknya dengan Belanda. Hal tersebut mengindikasikan bahwa jalan damai semakin menipis.

            Perjuangan pembebasan Irian Barat yang dimulai sejak tahun 1950 mencapai puncaknya pada tahun 1961, yaitu ketika presiden atau pangti APRI memutuskan untuk melancarkan operasi militer terbuka ke daratan irian Barat. Menghadapi persiapan-persiapan militer Indonesia, Belanda mengajukan protes ke PBB dengan menuduh Indonesia melakukan agregasi. Selanjutnya Belanda memperkuat kedudukannya keperairan Irian Barat, diantaranya kapal Induk Karel Doorman. Sehingga pada tanggal 19 Desember 1961 di Yogyakarta presiden Soekarno mengeluarkan komando untuk berkonfrontasi secara militer dengan Belanda yang disebut Tri Komando Rakyat (TRIKORA) yang isinya; gagalkan pembentukan negara boneka papua bantuan Belanda kolonial, kibarkan sanga merah putih di Irian barat, dan bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air dan bangsa. Sebagai tindak lanjut dari TRIKORA dalam bidang militer direalisir dengan mempersiapkan kekuatan militer yaitu pembentukan komando mandala pada tanggal 2 januari 1962 yang bersifat gabungan dari unsur AD, AL dan AU yang meliputi daerah Indonesia bagian timur.

            Pertempuran Laut Aru pada tanggal 15 Januari 1962, tiga kapal angkatan laut Republik Indonesia (ALRI) sedang melakukan misi infiltrasi sebagai salah satu langkah merebut kembali Irian Barat ke tanah air. Tujuan dari misi ini adalah pendaratan pasukan yang berisi Resimen pasukan Komando angkatan Darat (RKKAD) dan sejumlah sukarelawan ke Irian barat. Sejatinya terdapat empat buah kapal berjenis Motor Toperdo Boat buatan Jerman Barat yang melakukan misi yaitu RI Macan Tutul, RI Macan Kumbang, Ri Harimau dan RI Singa. Namun RI Singa mengalamikerusakan mesin dalam perjalanannya ke Irian Barat sehingga harus kembali. Kemudian ketiga kapal lainya berhasil mendarat di Kaimana, Irian barat.

            Pesawat milik Belanda memergoki ketika pasukan tersebut akan kembali ke markas di Makassar. Pesawat Belanda yang memergoki tersebut berjumlah dua buah dan langsung melaporkan pada kapal perang angkatan laut Belanda yang tengah beroperasi di dekat perairan tersebut. Sehingga datanglah tiga kapal yang langsung mendekat dan menghadang kapal Indonesia di tengah Laut Aru. Pertempuran pun tak terhindarkan. Kapal milik Indonesia yang seharusnya dilengkapi senjata torpedo, namun senjata utama tersebut ditanggalkan karena mengutamakan terangkutnya pasukan. Ketidakseimbangan senjata pun terjadi sehingga kapal-kapal Indonesia memutuskan untuk kembali dan menghindar. Namun, pasukan Belanda tidak melepaskan begitu saja. guna menyelematkan dua kapal lainnya Komodor Yos Sudarso yang memimpin pasukan tersebut memutuskan kapal yang ditumpanginya, RI Macan Tutul, melakukan maneuver untuk bergerak lurus menuju salah satu kapal Belanda, sehingga menjadi sasaran utama kapal-kapal Belanda.

            Kapal RI Macan Tutul pun langsung dihantam serangan-serangan dari pasukan Belanda dan kemudian tenggelam. Dalam peristiwa ituKomodor Yos Sudarso beserta orang-orang yang berada di kapal tersebut meninggal dan jasadnya tidak pernah ditemukan. Setelah pertempuran itu IR. Soekarno menetapkan hari tenggelamnya RI Macan Tutul sebagai Hari Dharma Samudera.

            Sejarah mengajarkan kepada kita arti dari menghargai. Generasi muda saat ini sudah mulai meninggalkan sejarah perjuangan bangsanya sendiri, dari sejarahlah kita bisa tahu bagaimana perjuangan demi perjuangan yang telah dilakukan oleh pahlawan bangsa ini. Mereka yang dulu heroik dalam pertempuran kini tak lagi berbekas khususnya pada jiwa generasi masa kini harapan di masa depan. Mungkin perjuangan pemuda Indonesia saat ini tidak hanya berperang melalui senjata seperti di masa lalu. Perkembangan zaman menuntut kita untuk lihai dalam menggunakan teknologi, kita bisa saja kembali diserang dari sisi mana pun. Banyak alasan yang mendasari kecemasan penulis akan kehancuran Indonesia di masa yang akan datang jika pemudanya tidak ditempa untuk menjaga keutuhan negara ini.

            Kehancuran disini bukanlah seperti perperangan atau terjadi peledakan bom yang membumi hanguskan wilayah-wilayah Indonesia. Satu per satu kekayaan Indonesia dicuri oleh negara lain dengan berbagai manipulasi yang begitu rapi dalam strategi. Sebelum kita mengerucut pada keadaan perairan Indonesia saat ini, mari kita lihat dari keterbelakangan pemikiran bangsa Indonesia. Sudah berapa kasus yang terungkap ke publik mengenai pencurian ikan, impor benih lobster dan perampasan kekayaan laut Indonesia yang mana hal ini justru terlaksana dengan keikutsertaan orang dalam. Para aparatur negara bahkan sampai ke tingkat menteri ikut terlibat dalam menguras kekayaan laut negaranya sendiri, karena tergiur iming-iming kompensasi dengan nilai yang fantastis. Masyarakat berjuang untuk menjaga lautnya, para aparatur negara dengan kekuasaan yang ia miliki justru merampas hak-hak yang seharusnya diberikan kepada masyarakat.

            Penemuan UUV (unmanned underwater vechile) atau drone kapal selam asing, seaglider di perairan Indonesia yang diduga milik China oleh nelayan pada Desember 2020. Terjaringnya seaglider milik negara lain oleh nelayan lokal bukanlah yang pertama kali terjadi di Indonesia. Sebelumnya pada Maret 2019, UUV Sea Wiring serupa juga pernah ditemukan oleh seorang nelayan di dekat kepulauan Riau, sementara drone kapal selam lainya ditemukan pada januari 2020 di dekat pangkalan angkatan laut Surabaya Secara umum, drone tersebut difungsikan sebagai alat pengumpulan data termasuk suhu air laut, salinitas, kekeruhan, dan tingkat oksigen. Informasi tentang arus dan arah pergerakannya akan dikirimkan secara real-time.

            Keberadaan seaglider milik negara lain tentu mengusik keaman dan pertahanan nasional Indonesia. Hal ini dikarenakan seaglider memiliki kemampuan perekam data strategis. Data tersebut sangat penting untuk operasi kapal selam yang merupakan persenjataan strategis angkatan laut, karena sifat operasinya yang senyap dan bisa masuk ke belakang kapal selam tersebut.

            Sebelumnya ditemukannya seaglider milik China pada Desember 2020. Berbagai peristiwa telah banyak terjadi di peraian Indonesia. Konflik di laut Natuna pada  tahun 2019 lalu, konflik ini kembali melibatkan China dengan Indonesia dilaut Natuna adalah ketika sejumlah kapal asing penangkap ikan milik China diketahui memasuki perairan Natuna, Kepulauan Riau. Kapal-kapal tersebut masuk perairan Indonesia pada 19 Desember 2019. Kapal-kapal China yang masuk telah melanggar zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia dan melakukan kegiatan illegal, unreported dan unregulated fishing (IUUF). Selain itu, Coast Guard China juga dinyatakan melanggar kedaulatan di perairan Natuna. Terkait hal tersebut, menteri pertahanan, Probowo Subianto mengatakan persoalan itu tidak akan menghambat investasi dengan China. Di sisi lain, Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan meminta agar maraknya kapal asing di peraiaran Natuna, kepulauan Riau tidak dibesar-besarkan.

            Masuknya kapal-kapal China ke perairan Indonesia bukanlah satu-satunya kasus pelanggaran zona ekonomi exklusif (ZEE) di perairan laut Indonesia. pada tahun yang sama sejak Januari hingga April kementerian kelautan dan perikanan (KKP) telah menangkap 49 kapal ikan asing, dengan 33 kapal berbendera Vietnam dan 16 kapal berbendera Malaysia. Bahkan, dalam insiden terbaru penangkapan kapal Vietnam VBD 979 di perairan Natuna tanggal 27 April, kapal patrol Vietnam mencoba menghalangi penangkapan itu dengan menabrak kapal patrol TNI AL. dalam penangkapan sebelumnya, kapal penjaga pantai (coast guard) Malaysia juga mencoba mengejar kapal patrol TNI AL dan Satgas 115 KKP hingga ke dalam wilayah RI.

            Sebenarnya apa yang menjadi penyebab kembalinya kapal-kapal asing tersebut ke perairan Indonesia setelah berulang kali diusir oleh TNI AL. bahkan, mereka berani untuk menyerang di daerah yang bukan menjadi kekuasaanya.

            Pertama, merosotnya sumber stok sumber daya ikan di sejumlah negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, Vietnam dan Filipina. Perairan Indonesia merupakan area lalu lalang jenis ikan yang berkualitas tinggi, seperti tuna. Peraian di negara tetangga tidak seluas peraian di Indonesia, juga angka konsumsi ikan masyarakatnya cukup tinggi di bandingkan di negara kita. Dilansir  dari worldatlas.com angka konsumsi ikan di Vietnan kurang lebih mencapai 1.148.447,43 ton per tahun sangat jauh berbeda di Indonesia. Kita baru mencapai angka 54,49 kg perkapita pada tahun 2020, masih rendah untuk jumlah sumber daya laut yang sangat berlimpah.

            Kedua, potensi perikanan sejumlah daerah penangkapan ikan di zona ekonomi eksklusif Indonesia saat ini belum  dimanfaatkan secara optimal. Hal tersebut dikarenakan masyarakat setempat belum diberdayakan bagaimana mengelola kekayaan laut yang mereka miliki. Kurangnya sosialisasi serta edukasi dari pemerintah serta lembaga yang terkait juga membuka ruang untuk melalaikan tugas yang seharusnya menjadi wewenang para pemilik kekuasaan. Pengelolaan yang belum optimal ini juga disebabkan kurangnya riset bagaimana cara yang efektif dalam mengelola keayaan laut yang berlimpah tersebut.

            Ketiga, pengawasan laut. Kapal asing  berbendera Vietnam termasuk yang paling sering tertangkap oleh keamanan Indonesia. Kementerian kelautan dan Perikanan (KKP) masih memiliki keterbatasan sumber daya manusia (SDM) dan armada kapal yang digunakan di lauttan. Hal tersebut menjadi kendala dalam melaksanakan pengawasan sumber Daya Kelautan dan Perikanan (SDKP) di lapangan. Sedikitnya jumlah sumber daya manusia yang dikerhakan untuk melakukan pengawasan tidak terbatas pada sumber daya perikanan tetapi juga focus untuk mengawasi sumber daya kelautan di seluruh wilayah Indonesia. masih banyak tenaga kerja di PSDKP statusnya kontrak. Kalau sudah PNS, mungkin motivasi mereka bisa lebih bagus lagi.

            Keempat, terlau banyak instansi yang memiliki kewenangan serupa untuk menegakkan hukum dan menjaga kelautan Indonesia. ada kepolisian, TNI AL, Bakamla. Di periode sebelumnya ada satgas 115 yang bertanggungjawab untuk mengordinasikan seluruh kewenangan yang dimiliki masing-masing instansi terkait dengan pengawasan sumber daya kelautan di Indonesia, fungsinya sama dengan Bakamla. Sayangnya, fungsi koordinasi di antara instansi itu lemah, sehingga berimbas pada berkurangnya aktivitas pengawasan laut.

            Kelima, anggaran yang dikurangi. Hal yang tak aklaah berpengaruhnya adalah anggaran pengawasan yang tidak konsisten dari tahun ke tahun. Di tahun-tahun politik seringkali anggaran pengawasan diahlikan untuk kepentingan-kepentingan yang tak urgen. Padahal, kedua unsur tersebut merupakan syarat utama dalam menjaga kedaulatan laut Indonesia.

            Keenam, adanya back-up militer di dalam setiap operasional kapal penangkap ikan negara tetangga pun menjadi alasan lain yang membuat kapal ikan asing semakin berani memasuki wilayah peraian Indonesi adan mencuri ikan disana.

            Potret buruk pertahanan wilayah perairan dan kelautan di Indonesia setidaknya disebabkan oleh enam faktor di atas. Bahwa kita belum mampu menciptakan tenaga kerja yang ahli dan profesional di bidangnya, kita tidak kekurangan dari segi kuantitas tapi dari segi kualitas. Motivasi sebagai suatu pendorong agar seseorang mampu melakukan sesuatu dengan bersungguh-sungguh, sayangnya motivasi ini belum hadir dalam pengawasan perairan dan kelautan  di Indonesia. Kemudian, dari sistem yang selama ini dijalankan. Sebuah sistem akan berjalan dengan baik apabila ada koordinasi yang solid di dalamnya, sistem pengawasan prairan dan kelautan selama ini tidak konsisten dan cenderung ingin mengungguli diantara sesama lembaga pengawas.

            Refleksi 59 tahun sejak ditetapkannya 15 januari 1962 oleh Ir. Soekarno sebagai Hari Dharma Samudera. Bagaimana langkah pemerintah kedepannya untuk menjadikan wilayah perairan dan kelautan menjadi salah satu komoditas perbaikan ekonomi di tengah Pandemi Covid 19 saat ini serta perwujudan kesejahteraan dan kemakmuran bagi seluruh masyarakat Indonsei adi masa yang akan datang. Sayangnya, hal tersebut tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Dari tahun ke tahun, rezim berganti rezim masalah korupsi tak ernah usai di negara kita. ia bertambah subur dippuk oleh ego para aparatur negara untuk memperkaya diri sendiri. korupsi tak pernah pilih-pilih dalam mencari mangsanya, mana yang ada di depan mata langsung dilahapnya.

            Penulis tidak akan membahas lebih jauh mengenai kasus korupsi impor benih lopster yang sempat menjadi perbincangan hangat di tengah-tengah masyarakat. tapi, lebih kepada bagaimana upaya yang bisa kita laukan secara bersama-sama untuk menjga dan mengelola kekayaan laut di negeri kita. masuknya kapal-kapal asing ke perairan Indonesia bukan hanya karena mereka memiliki alat yang canggih, tapi juga dipengaruhi oleh politik di baliknya. Indonesia sebagai negara berkembang pasti memiliki hutang luar begeri bahkan kerjasama dengan negara di luar Asia sekalipun. Bisa saja ini merupakan sebuah toleransi yang sengaja diberikan oleh bangsa kita sebagai bentuk ketidakmampuan melunasi hutanng-hutang luar b=negeri atau politik balas budi. Negara menggadaikan sumber daya yang mampu mendongkrak perekonomian kita semakin membaik kedepannya.

            Jadi, peringatan Hari Dharma Samudera 2021 ini bukan sekadar untuk kembali mengingat sejarah yang begitu heroic di masa silam tapi bagaimana kit amemperkokoh pertahanan di daerah yang menjadi kedaulatan bangsa ini. jangan sampai terlepas walaupun negara tetangga memintanya sedikit saja karena dalam politik ini adalah sebuah strategi perang yang diperhalus dengan cara mempengaruhi persepsi seseorang. Bersikap santai dan berkata tidak perlu dibesar-besarkan seharusnya kata-kata itu tidak pantas disampaikan kepublik. Karena masyarakat butuh kehadiran pemerintah untuk membantu kesejahteraan mereka khususnya yang tinggal di perairan dan laut Indonesia yang menjadi tempat pencurian ikan terbanyak. Masyarakat tidak akan berdaya jika harus melawan mereka yang bersenjata lengkap dengan kapal kapal nan gagah. Ini merupakan tugas kita bersama, pemerintah dengan segala kekuasaan yang dimiliki diharapkan untuk lebih serius lagi dalam menanggapi persoalan serupa, jangan bersantai-santai seakan-akan besok mereka tidak akan menyerang bisa saja ketika kita terlelap perairan dan kelautan kita diserang oleh negara-negara yang memiliki power besar.