Follow us

Dampak Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Tentang Perubahan Iklim Edisi Ke-6 atau COP-26 UNFCCC Bagi Indonesia



Konferensi Tingkat Tinggi perubahan iklim Conference of the Parties ke-26 yang berlangsung pada 31 Oktober - 12 November 2021 di Glasgow, Inggris Raya dipimpin oleh Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson sebagai tuan rumah dan dihadiri oleh 121 kepala negara dan kepala pemerintahan. Perhelatan ini merupakan lanjutan dari Perjanjian Paris pada 2015 untuk menentukan langkah dalam menyusun target dekarbonisasi. COP26 diselenggarakan untuk memastikan global net zero emission dalam setengah abad ke depan, menjaga tingkat kenaikan suhu sebesar satu setengah derajat celcius (1,5oC) dan untuk memperbarui dan memperkuat target COP21 atau Paris Agreement 2015 (Perjanjian Paris).  


Conference of the Parties (COP) adalah forum tingkat tinggi tahunan bagi 197 negara untuk membicarakan terkait dengan Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim, atau UNFCCC (United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC)) yang merupakan perjanjian besar PBB yang menyatakan bahwa negara-negara perlu bersatu untuk mencari tahu cara menghentikan pemanasan global.

Indonesia terus berkomitmen dalam penanggulanan isu perubahan iklim. Kehadiran Presiden Joko Widodo dalam Konferensi Tingkat Tinggi Pemimpin Dunia Conference of the Parties (COP) 26 United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) di Glasgow Inggris Raya mempertegas komitmen Indonesia untuk menjadi bagian dari solusi atas isu perubahan iklim.


Gambar 2. Penanaman Bibit Mangrove Pada Kegiatan Sail Tidung Island 2021, 28 Oktober – 1 November 2020 (Dokumentasi National Oceanographic)

Dalam kesempatan tersebut, Presiden Joko Widodo memberikan pidato terkait komitmen Indonesia dalam perubahan iklim di dunia. Beliau menyampaikan bahwa Indonesia telah memulai rehabilitasi hutan mangrove seluas 600 ribu hektare di 2024, terluas di dunia. Indonesia juga telah merehabilitasi 3 juta lahan kritis antara tahun 2010 sampai 2019. Sektor yang semula menyumbang 60 persen emisi Indonesia akan mencapai carbon net sink, selambatnya tahun 2030.


"Perubahan iklim adalah ancaman besar bagi kemakmuran dan pembangunan global. Solidaritas, kemitraan, kerjasama, kolaborasi global, merupakan kunci. Dengan potensi alam yang begitu besar, Indonesia terus bekontribusi dalam penanganan perubahan iklim. Laju deforestasi turun signifikan, terendah dalam 20 tahun terakhir. Kebakaran hutan juga turun 82 persen di tahun 2020” Ucap Presiden Jokowi .

Dalam sambutannya, Presiden Jokowi mengakhiri dengan menyampaikan “Atas nama Forum Negara-negara Kepulauan dan Pulau Kecil (AIS), Indonesia merasa terhormat bisa mensirkulasikan pernyataan bersama para pemimpin AIS Forum. Sudah jadi komitmen AIS Forum untuk terus memajukan kerjasama kelautan dan aksi iklim di UNFCCC. Terima kasih.".

Pemerintah Indonesia sangat serius menjadikan Konferensi Tingkat TInggi perubahan iklim Conference of the Parties ke-26 sebagai momentum bagi Indonesia untuk menarik investasi hijau (Green Investment) sebesar mungkin. Indonesia memiliki potensi besar untuk menurunkan emisi dari sektor kehutanan, energi, transportasi sebesar 650 Mton CO2e dan 398 Mton CO2e dengan bantuan pendanaan internasional. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melalui akun resmi instagramnya (1/11/2021) menyampaikan bahwa Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29% (tanpa syarat dan dilakukan secara mandiri) dan 41% (dengan dukungan internasional) pada 2030. Bahkan, Indonesia siap 'mempensiunkan' secara dini atau segera memberhentikan pembangkit listrik dengan sumber energi batu bara. Atas rencana tersebut, diperkiraan Indonesia membutuhkan pendanaan sebesar US$ 25 miliar hingga US$ 30 miliar atasu Rp 435 triliun (kurs Rp 14.500) selama 8 tahun ke depan.


"Indonesia akan membuka peluang investasi untuk melakukan early retirement dari pembangkit batubara yang kemudian bertransisi ke energi terbarukan. Indonesia telah mengidentifikasi terdapat 5,5 GW PLTU Batubara yang bisa masuk dalam proyek ini dengan kebutuhan pendanaan sebesar USD25-30 miliar selama delapan tahun ke depan," ucap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Indonesia telah benar-benar mempersiapkan diri untuk berkontribusi secara optimal melalui ambisi-ambisi penanganan iklim yang sudah dicatatkan dalam Nationally Determined Contribution (NDC), Updated NDC Indonesia, maupun Dokumen Long-term Strategy on Low Carbon and Climate Resilience 2050 (LTS-LCCR 2050) yang disampaikan kepada UNFCCC pada Juli 2021, sebagai mandat dari Paris Agreement/Perjanjian Paris. Komitmen ini juga telah diratifikasi menjadi UU Nomor 16 Tahun 2016 Tentang Pengesahan Paris Agreement To The United Nations Framework Convention On Climate Change.

Indonesia mengambil langkah serius dalam penanggulangan perubahan iklim, dengan mengesahkan Perpres tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK). Perpres NEK diyakini sebagai tonggak penting dalam mencapai komitmen Indonesia pada target Nationally Determined Contribution (NDC) 2030 dan Net Zero Emission pada 2060. Nationally Determined Contribution (NDC) itu sendiri merupakan komitmen setiap negara terhadap Persetujuan Paris (Paris Agreement 2015).

Referensi:

Egi Adyatama. 2021. Tempo. https://nasional.tempo.co/read/1523732/pidato-lengkap-jokowi-dalam-ktt-perubahan-iklim-cop26-di-glasgow/full&view=ok. DIakses pada tanggal 10 November 2021.

Cantika Adinda Putri. 2021. CNBC Indonesia. https://www.cnbcindonesia.com/
news/20211103111159-4-288638/pensiunkan-pltu-ri-butuh-dana-segar-rp-435-triliun
. DIakses pada tanggal 10 November 2021.

Kementerian Keuangan. 2021. Atasi Climate Change, Indonesia Berkomitmen Untuk Menjadi Bagian Dari Solusi. https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/atasi-climate-change-indonesia-berkomitmen-untuk-menjadi-bagian-dari-solusi/. DIakses pada tanggal 10 November 2021.

Hidayat, Muhamad Adil. 2021. Event G20 dan COP26″ Jurnal Pengling ke-1. Unila. http://web.if.unila.ac.id/adil29/2021/11/04/event-g20-dan-cop26-jurnal-pengling-ke-1/. DIakses pada tanggal 10 November 2021.